Mohon tunggu...
INTAN DWI RAHMAWATI
INTAN DWI RAHMAWATI Mohon Tunggu... Freelancer - Universitas Negeri Jakarta

Mahasiswi Pendidikan Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu 2024 dengan Pendekatan Sosiologis

24 Oktober 2023   12:28 Diperbarui: 27 Oktober 2023   18:18 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kepemimpinan adalah sesuatu yang kamu peroleh, sesuatu yang kamu pilih. Kamu tidak bisa berteriak dan bilang, 'Aku pemimpinmu!' Menjadi pemimpin adalah karena orang lain menghormatimu." - Ben Roethlisberger. 

Saat ini Indonesia telah memulai musim politiknya, berbagai konflik dan kontroversi pun telah menghiasi perhelatan besar ini. Rakyat dibuat bingung dengan banyaknya propaganda, drama, dan black campaign yang mulai bertebaran baik secara lisan atau lewat social media. Bisa dikatakan bahwa dalam beberapa waktu terakhir, rakyat Indonesia telah terbagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan dukungan kepada masing-masing CAPRES dan CAWAPRES pilihannya. 

Pemilu sebenarnya memiliki banyak keterkaitan terhadap ilmu sosiologi. Beberapa teori sosiologi telah menjadi dasar dari banyaknya aspek yang mendukung terselenggaranya sebuah pemilu. Namun, sebelum masuk ke pembahasan tersebut, mari mengulang kembali memori kita tentang apa itu pemilu? Apa fungsi, prinsip,dan sistem dari pemilu? Dan juga mengenasi siapa saja partisipan, penyelenggara, pengawas dan calon-calon dalam pemilu? 

Pemilu adalah singkatan dari "Pemilihan Umum". Sebuah negara demokrasi biasanya selalu memiliki konsep pemilihan seperti ini. Pemimpin negara dipilih langsung oleh rakyat lewat pencoblosan langsung. Biasanya TPS akan disediakan di masing-masing RW atau RT. Pencoblosan ini bersifat wajib bahkan untuk orang yang sedang berada di luar negeri. Para TKI pun akan tetap difasilitasi untuk mencoblos dimanapun negara mereka berada. Pemilihan ini tidak dilakukan secara asal-asal, ada prinsip yang perlu ditaati dalam pelaksaan pemilu. Pasal 3, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, ada 11 prinsip penyelenggara pemilu yaitu; mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien.

Pemilu dilaksanakan dengan fungsi dan tujuan untuk menyeleksi para pemimpin negara dari lembaga eksekutif ataupun legislatif secara lebih transparan karena melibatkan lebih banyak masyarakat sebagai partisipan. Dalam sistemnya pemilu memiliki tiga kepentingan yaitu untuk memilih DPR, DPD dan DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam pelaksanaanya, pemilu juga memiliki beberapa pihak terlibat, seperti: penyelenggara, pengawas, partisipan dan juga para calon pemimpin. Para penyelenggara terdiri dari ; Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, PPSLN, KPPSLN . Para pengawas terdiri dari ; Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan kode etik dilakukan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sedangkan partisipan adalah masyarakat yang nantinya akan memberikan voting.

Tahun ini ada tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden. Diurutkan dari waktu deklarasinya, maka :

1.Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar.

2.Ganjar Pranowo - Mahfud MD.

3.Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.

Ketiganya memiliki prestasi dan kontroversinya tersendiri. Seperti Anies dengan dugaan korupsi dan isu politik identitas nya, Ganjar dengan isu wadasnya, dan Prabowo dengan isu penculikan dan isu orde barunya. Maka dari itu, masyarakat perlu bijak dalam menentukan pilihannya nanti, karena lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Bagaimana bentuk Indonesia di masa depan, itu semua bergantung kepada pilihan masyarakat sendiri. Pemilu bukan hanya tentang memilih siapa yang terbaik, namun memilih siapa yang paling kecil keburukannya. 

Kemudian apa korelasi pemilu dengan sosiologi? Hubungan seperti apa yang mengaitkan masyarakat dan pemilu? Mari kita bahas satu per satu!

1.Teori Paradigma Sosiologi - George Ritzer 

Teori pertama yang menjelaskan korelasi masyarakat dan Pemilu adalah Teori Paradigma Sosiologi yang dibentuk dari pemikiran George Ritzer. Menurutnya, secara garis besar ada tiga paradigma yang mendominasi dalam keilmuan sosiologi, salah satunya adalah Paradigma Fakta Sosial yang mana paradigma ini terbagi kembali menjadi dua, yaitu fakta sosial material dan fakta sosial non-material.

Fakta sosial material didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat dipahami, dilihat, dan diamati. Inti dari fakta sosial material ini adalah sesuatu yang ada dunia nyata dan bukanlah imajinatif. Misalnya, bentuk bangunan, hukum dan peraturan. Sedangkan, fakta sosial non-material didefinisikan sebagai suatu ekspresi atau fenomena yang ada di dalam diri manusia yang muncul atas fakta sosial materialnya dan hal tersebut dilandasi dari kesadaran dirinya. Misalnya, moralitas, egoisme, altruisme, dan opini. Korelasi anatara masyarakat dan pemilu disini lebih condong menggunakan teori fakta sosial non-material. 

Pada 19 September 2023, Universitas Gadjah Mada telah mengadakan dan mengundang para CAPRES untuk dapat diwawancarai oleh presenter dengan nama besar, Najwa Shihab. Di acara ini para CAPRES diberikan banyak sekali pertanyaan-pertanyaan sulit. Di acara ini juga akhirnya rakyat bisa menilai secara singkat dan objektif tentang bagaimana moral, egoisme, dan opini dari masing-masing CAPRES. Mayarakat jadi punya penilaian tersendiri atas segala fakta sosial yang telah dipertontonkan di acara tersebut. Fakta sosial yang masyarakat lihat akan mempengaruhi penilaian mereka terhadap para CAPRES. Peristiwa inilah yang di dalam sosiologi disebut dengan fakta sosial non-material. 

2.Teori Fungsionalisme Struktural - Tallcot Parson 

Teori kedua adalah teori fungsionalisme struktural yang lahir dari pemikiran Tallcot Parson. Fungsionalisme Struktural adalah sebuah asumsi yang menganalogikan masyarakat itu sama dengan anatomi tubuh. Menurut Parson, fungsinalisme struktural merupakan sebuah integrasi yang terbentuk atas kesepakatan dari para anggota tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang dapat meyelesaikan semua permasalahan dan konflik sosial. Parsons menganggap bahwa masyarakat saling terhubung, dimana jika satu masyarakat bermasalah maka akan mempengaruhi masyarakat lainnya. 

Di dalam teori ini eksistensi seorang aktor sangat berpean penting. Di dalam konteks pemilu maka eksistensi aktor yang dimaksud adalah eksistensi dari para CAPRES dan CAWAPRES itu sendiri. Para CAPRES dan CAWAPRES perlu menghadirkan eksistensi untuk dirinya sendiri melalui serangkaian cara seperti sosialisasi dan internalisasi. 

Proses sosialisasi bertujuan menanamkan pola nilai, norma, adat istiadat, aturan atau tradisi. Proses ini biasa disebut sebagai penjinakkan, yaitu proses penanaman identitas suatu individu di tempat ia tinggal atau hidup. Proses Internalisasi terbentuk setelah sosialisasi sudah dilakukan. Jika sosialisasi sudah tertanam dengan baik maka akan ada kesadaran kolektif pada masing-masing individu. Kesadaran tersebut akan membentuk sebuah karakter yang kuat dan berintegrasi.

Selain eksistensi aktor ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan yaitu tindakan sosial aktor. Dalam sudut pandang sosiologis, tindakan manusia bersifat volunteralistik atau suka rela. Maksudnya adalah individu tersebut menerima tanpa adanya resistensi terkait segala aturan dan nilai-nilai yang di tanamkan kepadanya. Hal ini juga dipengaruhi oleh situasi kondisi masyarakat di sekitar hidupya. Selain itu, setiap individu juga berhak secara bebas menentukan tujuan hidup dan sarana pra-sarana apa saja yang akan mengantarkan mereka demi mewujudkannya.

Seorang Presiden sudah seharusnya secara sukarela bekerja demi kepentingan rakyat. Sikap ini yang harus dimiliki setiap CAPRES Pemilu 2024 agar dapat dinilai masyarakat sebagai seseorang yang pantas untuk mereka pilih. Para CAPRES juga sudah harus matang dalam menyiapkan visi-misinya dan tau bagaimana serta apa saja yang mereka butuhkan untuk mencapai visi-misi tersebut. Seorang CAPRES dan CAWAPRES akan terpilih jika ia memiliki semua sikap yang ada pada teori sosiologi ini, yaitu sukarela, memiliki tujuan, dan dapat membangun strategi untuk mewujudkan tujuannya.

3.Interaksi Simbolik - George Herbert Mead

Jika dua teori sebelumnya membahas tentang bagaimana Pemilu seharusnya berlangsung dan bagaimana seseorang harus bersikap agar terpilih. Maka Interaksi Simbolik berbicara tentang bagaimana strategi dan konsolidasi diciptakan untuk memenangkan Pemilu. George Herbert memiliki konsep pemikiran bahwa komunikasi manusia berlangsung memalui pertukaran simbol serta pemaknaan simbol-simbol tersebut. Dimana menurut George Herbert, perbedaan manusia dan binatang adalah adanya kontruksi dari simbol yang mana simbol itu kemudian memiliki makna dan dapat di interpretasikan oleh manusia. 

Seperti yang kita ketahui bahwa dalam beberapa bulan terakhir banyak sekali plot twist yang menyertai Pemilu 2024. Dimulai dari Presiden yang masih aktif saat ini, Presiden Jokowi, di rumorkan mendukung Prabowo sebagai Presiden selanjutnya. Kaesang, putra bungsu Jokowi yang secara tiba-tiba diumumkan sebagai ketua partai PSI, serta Gibran yang merupakan putra sulung Jokowi yang akhirnya diusung secara resmi sebagai CAWAPRES dari Prabowo Subinto, hal ini membuat para tokoh pengamat politik muli menerka-nerka apakah benar Gibran akan melakukan manuver terhadap PDIP. Ada yang mengintrepetasikan kejadian ini sebagai bentuk perlawanan Jokowi terhadap Megawati, namun ada pula yang beranggapan bahwa ini bisa saja propaganda yang dibuat oleh PDIP itu sendiri.

Tindakan dan sikap para pemimpin yang tidak jelas inilah yang disebut sebagai simbol. Dimana tidak semua orang dapat mengetahui maksud dan tujuannya. Segala tindakan yang diciptakan saat ini dilakukan agar dipahami artinya oleh segelintir orang saja. Itulah yang kemudian meciptakan kesinambungan antara iteraksi simbolik dengan Pemilu 2024.

4.Dramaturgi - Erving Goffman 

Dramaturgi merupakan lanjutan imu dari interaksi sosial, dimana interaksi sosial membicarakan tentang bagaimana sebuah tindakan dapat didefinisikan sebagai simbol, sedangkan dramaturgi adalah komponen yang harus dilakukan agar tindakan seseorang bisa tetap menjadi sebuah simbol yang hanya diketahui oleh beberapa orang dan menjadi sebuah rahasia individu atau sebuah kelompok. 

Secara singkat, pada tahun 1945 ada tokoh teoritis dan filosof dari US bernama Kenneth Burker. Beliau adalah penggagas teori "Dramatisme". Tujuan teori ini adalah sebagai metode untuk memahami fungsi sosial bahasa dan drama sebagai pentas simbolik kata dalam kehidupan sosial dan sebagai pengetahuan ilmu untuk memahami motif tindakan manusia. Dari sinilah kemudian Goffman mulai menyempurnakan teorinya tentang Dramatisme. Konsep besar pemikiran Goffman ditulid dalam bukunya yang berjudul "The Presentation of Self in Everyday Life". 

Goffman menyakini bahwa kehidupan sosial adalah sama seperti apa yang para aktor atau aktris film lakukan di depan dan di belakang panggung. Setiap indivdu akan berusaha membangun citra baik di publik sesuai dengan apa yang ingin ia perlihatkan ke publik dan mendapatkan apresiasi dari orang-orang di sekitarnya. Dan apapun yang ingin diperlihatkan seorang individu di depan publik, maka akan terlebih dahulu di bentuk atau diatur di panggung belakang. Sehingga impress management ini akan selalu aktif saat seorang individu telah memasuki panggung depan.

Tindakan inilah yang saat ini sedang dilakukan oleh para calon pemimpin kita. Banyak sekali dari mereka yang mulai memancarkan aksi nya untuk bisa membuat sebuah drama. Hal tersebut biasanya akan melibatkan yang namanya black campaign, yaitu usaha yang dilakukan untuk menjatuhkan lawan dengan cara-cara tidak fair seperti mengadu domba, memfitnah, dan menuduh yang tidak-tidak kepada lawan politik. Diatara itu juga ada orang-orang yang berpura-pura menjadi orang lain dan mencoba untuk merusak nama baik lawan politiknya dengan identitas palsu tersebut. Mereka akan akting dan bersikap sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Inilah mengapa dramaturgi pasti dan akan selalu menyertai segala peristiwa yang berkenaan dengan sebuah pemilihan pemimpin, baik di level daerah ataupun negara.

5. Ruang Sosial - Georg Simmel 

Teori sosiologi terakhir tentang keterkaitan masyarakat dan Pemilu adalah teori Ruang Sosial yang didasari dari pemikiran Georg Simmel. Dalam teori ini Simmel menjelaskan bahwa ruang sosial ini terdapat berbagai macam proses produksi dan reproduksi dari seluruh dinamika di masyarakat. Simmel berusaha menjelaskan aspek relasionis yang menjadi ciri suatu masyarakat. Menurut Simmel, ciri-ciri sebuah masyarakat ditentukan dari bagaimana produksi dan reproduksi ruang sosial itu diciptakan. Selain itu, Simmel juga berbicara tentang asosiasi yang kemudian diartikan oleh Simmel sebagai proses interaksi yang di dalamnya terlibat sekelompok anggota masyarakat.

Dalam teori ini, Simmel memiliki pikiran yang lebih mendalam yaitu tentang lima aspek yang ada dalam sebuah ruang sosial, diantaranya :

1.  Ekslusifitas Ruang

Bahwa setiap ruang itu bersifat unik dan memiliki ciri khas yang berbeda satu sama lain. Ini dapat dikorelasikan dengan sebuah pasangan CAPRES dan CAWAPRES serta partai pengusungnya. Dimana setiap kubu pasti memiliki ciri khasnya masing-masing. 

2. Batasan Ruang

Batasan ruang ini yang akan menghasilkan unit dan klasifikasi atau pembagian ruang. Dimana dengan adanya Pemilu itu sendiri masyarakat akan secara otomatis terbagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan siapa yang didukungnya. 

3. Ketetapan Bentuk Ruang Sosial

Adanya aturan, tujuan, visi dan misi, ada hal yang ingi dibahas / didiskusikan / didebatkan sehingga ruang sosial tersebut akan hidup dan berkembang secara lebih dinamis. Hal seperti ini biasanya akan ada di dalam sebuah partai politik. Mereka yang menjadi kader politik tidak hanya masuk dan menjabat, tapi juga memegang tanggung jawab atas tugas dan peraturan sebagai petugas partai. Hal ini semata-mata untuk mewujudkan visi dan misi dari partai tersebut.

4. Kedekatan dan Jarak Antara Ruang

Hal ini dapat dimaknai bahwa aktor yang berperan dalam ruang sosial harus memiliki kedekatan sosial namun juga berjarak dalam ruang sosialnya. Contohnya, setiap CAPRES dan CAWAPRES pasti memiliki target daerah yang mayoritas masyarakatnya akan memilih mereka. Untuk bisa mendapatkan suara disana tentu setiap CAPRES dan CAWAPRES serta panitia sukses nya perlu membangun sebuah hubungan baik dengan masyarakat disana dan juga memuaskan segala aspirasi yang disampaikan mereka. 

5. Mobilitas Ruang

Setiap ruang sosial akan memiliki situasi dan kondisi yang dinamis yang memungkinkan adanya perubahan yang bersifat stagnant. Perubahan ini disesuaikan dengan siapa aktor yang membangun ruang sosial tersebut. Hal ini dapat dilihat dengan seberapa cepat seorang aktor politik merubah keputusanya selama jelang perhelatan Pemilu 2024 ini. Hal tersebut yang memungkinkan untuk didasari oleh situasi dan kondisi tertentu yang bisa mendatangkan untung atau justru menjadi jalan buntung.

 

Inilah ha-hal yag dapat dinilai dari sudut pandang sosiologis terkait korelasi antar masyarakat dan Pemilu 2024. Apapun hasil pemilu di tahun depan, semoga pasangan CAPRES dan CAWAPRES tersebut dapat membawa Indonesia kearah lebih baik lagi dan dapat membangun sebuah nilai demokrasi yang saat ini tengah dipertanyakan eksistensinya oleh banyak orang. MERDEKA !

Sulistyawaty. A.R, (2023, October). Puan Pastikan Gibran Masih Kader PDI-P meski Diusung Golkar Jadi Cawapres Prabowo. [Video]. https://youtu.be/kPLqCXeJfMA?si=92uEeuij4ci93DoZ

Syaifuddin. (2020, September 16). Paradigma Sosiologi (Versi George Ritzer). SosiologiKopi. @Syaifuddinsosio. https://open.spotify.com/episode/7FE3d99fbJ0w1GV5Ah138v?si=3ASAPTZwRjCypTKpfAMghg

Syaifuddin. (2020, September 24). Selayang Pandang Pemikiran Tllcot Parsons : FungsionalismeStruktural. SosiologiKopi. @Syaifuddinsosio. https://spotify.link/gjagAZ0FeDb

Syaifuddin. (2020, Oktober 1). Interaksionisme Simbolik: George Herbert Mead. SosiologiKopi. @Syaifuddinsosio. https://spotify.link/wnakMHDnqDb

Syaifuddin. (2020, Oktober 9). Erving Goffman: Dramaturgi. SosiologiKopi. @Syaifuddinsosio. https://spotify.link/tLNQOptSBDb

Syaifuddin. (2020, Oktober 9). Pemikiran George Simmel. SosiologiKopi. @Syaifuddinsosio. https://spotify.link/i8CBOMmSNDb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun