Mohon tunggu...
Intan PermataSari
Intan PermataSari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka nulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

CINTA BEDA AGAMA DALAM DRAMA GRAFITO KARYA AKHUDIAT

21 Desember 2023   14:13 Diperbarui: 22 Desember 2023   15:53 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

CINTA BEDA AGAMA DALAM DRAMA GRAFITO KARYA AKHUDIAT

Akhudiat merupakan seorang penulis di Indonesia, terutama dalam menulis naskah drama atau naskah lakon/skenario.  Finthar Arrya Wirangga (2020) mengutip dari Suryaman (2010: 10) menyatakan drama adalah karya sastra yang berupa dialog-dialog dan memungkinkan untuk dipertunjukkan sebagai tontonan. Drama termasuk seni sastra.

Judul yang akan dianalisis adalah Grafito karya Akhudiat. Grafito merupakan sebuah naskah drama yang muncul pada tahun 1972 yang ditulis dalam satu babak dengan dua puluh adegan. Grafito menceritakan tentang suka duka kisah cinta antara Limbo dan Ayesha. Tema utamanya adalah "perkawinan beda agama," yang tersirat dalam dialog-dialog yang dilontarkan para tokohnya. Tokoh dalam drama tersebut ada Limbo, Ayesha, Kyai, Pastur, Dewi Ratih, Pawang, dan Kamajaya. Tokoh utamanya adalah Limbo dan Ayesha. Limbo merupakan seorang pemuda katholik dan Ayesha merupakan seorang gadis muslim. Alur cerita ini termasuk alur lurus dan kronologis.

Peristiwa cerita ini dimulai dari pertemuan Limbo dan Ayesha.

Limbo mendekati bentuk yang di matanya sebagai Ayesha. Bentuk itu memang perempuan. Limbo pasti, itu Ayesha.

Tiba-tiba bentuk itu mengangkat tangannya berjumlah puluhan sekaligus.


LIMBO : Ayeshaku
AYESHA : Limboku
LIMBO : Segala yang hitam persis asalku
AYESHA : Segala yang persis perut ibuku
LIMBO : Aku ngendon dalam rahim
AYESHA : Aku kerasan sebagai janin.
LIMBO : Kurindukan darah dan susu tanpa pisah
AYESHA : Kuhirup cinta dan benci tanpa katup
LIMBO : Aku sel yang cair
AYESHA : Barangkali tak sengaja berbuah
LIMBO : Aku ruh dekat kursi TUHAN
AYESHA : Dan kudengar malaikat berbisik iri kepadaku
LIMBO : Aku turun di lembah subur
AYESHA : Meluncur bagai bunga-bunga angin.
LIMBO : Ditiup ke dalam Rahim
AYESHA : Ngendon sebagai janin
LIMBO : Hitam adalah surga
AYESHA : Gelap hampir sempurna.


Dari kutipan dialog di atas menerangkan bahwa Limbo dan Ayesha adalah sepasang kekasih yang ingin menyatukan hubungan mereka ke jenjang perkawinan. Niat mereka tulus dan baik, tetapi perbedaan prinsip membuat semua rencana tersebut kacau. Perbedaan pendapat tentang perkawinan antara Limbo dan Ayesha dengan Kyai dan Pastur tidak menemukan jalan keluar. Satu sama lain bersikukuh dengan pendapatnya masing-masing. Munculnya tokoh Kamajaya, Ratih, dan Pawang telah membuktikan bahwa Grafito diilhami oleh religi jawa yang merupakan kepercayaan terhadap kekuatan supranatural atas dewi-dewi yang dikenal dalam budaya jawa. Dalam naskah drama terdapat majas personifikasi, penegasan,pleonasme, repetisi, dan sarkasme yang dibumbui dengan humor satire. Dalam drama ini terdapat majas personifikasi yang contohnya "Kucing berlari melintasi halaman dengan riang." yang kedua ada majas penegasan contoh kalimatnya "Saya sangat-sangat senang melihatmu." yang ketiga ada majas pleonasme "Paman datang-datang membawa oleh-oleh." yang keempat ada majas repetisi yang contoh kalimatnya "Dia terus-terus menulis surat cinta yang indah untuk kekasih hatinya sebagai tanda cintanya yang dalam." dan yang terakhir ada majas sarkasme yang contoh kalimatnya "Tolong, berikan saya air minum. Aku pasti sangat-sangat tidak haus."


Konflik cerita terjadi ketika keinginan mereka tidak menemui jalan keluar akibat perbedaan pendapat tentang perkawinan antara Limbo dan Ayesha dengan Kyai dan Pastur. Berlatar belakang dari cerita ini yaitu pernikahan beda agama. Ada beberapa kutipan yang menampilkan perseteruan antara Kyai, Limbo, dan Ayesha.


KYAI : Baiklah...
(KEPADA LIMBO) Limbo calon pengantin laki-laki silahkan membaca sahadat sebagai pernyataan engkau seorang muslim.
LIMBO : (TEGANG, BINGUNG)
AYESHA : (MENYELA) Calon suami saya Katolik, Kyai.
KYAI : (TERBELALAK) Ya Robbi, kamu sendiri Ayesha?
AYESHA : Muslimat Kyai, saya murid ngaji nyai Siti.
KYAI : Ini tidak bisa jadi, Ayesha. Kau kan sudah paham, seorang muslimat dilarang menikah dan dinikahi laki-laki kafir.


Untuk penyelesaian konflik terdapat peran sang tokoh yang akan membantu  menikahkan Limbo dan Ayesha yaitu  dengan kehadiran Pawang, Ratih, dan Kamajaya. Dewi Ratih dan Kamajaya merupakan  tokoh yang dikenal sebagai  simbol cinta kasih dalam masyarakat Jawa tradisional.


Dalam cerita ini mengandung aspek religi di dalamnya. Religi atau agama menjadi komponen penting terbentuknya sebuah karya sastra oleh sebab itu aspek ini menerangkan sebuah pernyataan pernikahan beda agama. Sebenarnya larangan beda agama sudah ada sejak tahun 1970-an. Terdapat respon dari pemerintah yaitu dengan  mengesahkan UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan. “ Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan merupakan peraturan yang dibuat untuk mengatur seluruh warga negara Indonesia yang beragam agamanya,” ungkapnya. Arofah juga menjelaskan bahwa akibat hukum dari penetapan menikah beda agama diawali dari permohonan menikah dari sepasang calon mempelai.


Menurut pandangan saya mengenai cerita tersebut fenomena pernikahan beda agama ini bukan hal yang tabu  lagi bagi kita, tetapi keadaan lingkungan, keluarga, dan masyarakat membuat hal tersebut menjadi bertentangan. Masyarakat Indonesia juga merupakan masyarakat yang beragam dalam hal suku, budaya, dan agama. Hal ini membuat pernyataan bagi orang yang ingin menikah berbeda agama menjadi suatu hal yang sangat sensitif. Tetapi, terdapat beberapa orang yang sudah melangsungkan pernikahan beda agama diam-diam maupun secara terbuka.


Naskah drama Grafito karya Akhudiat yang mengisahkan tentang kisah cinta antara Limbo dan Ayesha menyatukan antara pemuda katolik dan gadis muslim di jenjang pernikahan. Sehingga terjadilah konflik yang menjadi suatu halangan bagi mereka akibat dari pernikahan beda agama. Muncul beberapa tokoh seperti Kyai, Pastur, Dewi Ratih, dan Kamajaya yang mencerminkan berbagai kepercayaan dan simbol cinta kasih dalam masyarakat Jawa tradisional.


Drama ini menampilkan pernikahan beda agama, sebuah tema yang sangat sensitif di kalangan masyarakat Indonesia. Meskipun, pernikahan beda agama bukan hal yang tabu di keluarga, lingkungan, dan masyarakat tapi membuat hal tersebut masih bertentangan. Drama ini juga mengandung aspek religi dan konflik yang timbul akibat perbedaan pendapat tentang perkawinan antara Limbo dan Ayesha dengan tokoh agama.


Kemudian, naskah grafito ini memaparkan beberapa majas seperti majas personifikasi, penegasan,pleonasme, repetisi, dan sarkasme yang dibumbui dengan humor satire. Dari keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa "Grafito" adalah  sebuah naskah drama yang mengangkat tema pernikahan beda agama dan konflik yang timbul akibatnya. Drama ini mencerminkan realitas sosial dan religius masyarakat pada masanya, dan masih relevan dengan isu-isu perbedaan agama dan pernikahan hingga saat ini.

Grafito karya Akhudiat menyoroti kompleksitas pernikahan beda agama dan konflik yang muncul seiring perbedaan keyakinan. Melalui tokoh-tokohnya, drama ini mencerminkan realitas sosial masyarakat pada masanya dan memberikan gambaran tentang bagaimana perbedaan agama dapat menjadi hambatan dalam hubungan percintaan.

Pentingnya dialog antaragama dan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai yang dipegang oleh masing-masing pasangan tergambar dalam naskah ini. Konflik yang muncul antara tokoh-tokoh agama seperti Kyai dan Pastur mencerminkan ketidaksetujuan dalam masyarakat terkait pernikahan beda agama.

Munculnya tokoh-tokoh simbolik seperti Dewi Ratih dan Kamajaya menambah dimensi spiritual dalam cerita, menggambarkan kekuatan cinta kasih dalam mengatasi perbedaan. Drama ini juga mencerminkan adanya peran mediator, seperti Pawang, yang berusaha mencari solusi untuk menyelesaikan konflik yang timbul.

Penggunaan beragam majas dalam naskah, seperti personifikasi, penegasan, pleonasme, repetisi, dan sarkasme, menambahkan nuansa kecerdasan dan keunikan dalam penyampaian cerita. Humor satire yang terdapat dalam dialog-dialog memberikan sentuhan ringan pada cerita, meskipun mengangkat tema serius.

Dengan membaca naskah ini, pembaca dapat merenungkan makna pernikahan beda agama dan bagaimana kompleksitasnya dapat dihadapi dengan pemahaman, dialog terbuka, dan cinta yang mendalam. Grafito tetap relevan sebagai karya sastra yang mengeksplorasi dinamika hubungan antaragama dan konflik yang muncul dari perbedaan keyakinan.

Selain itu, karakter Limbo dan Ayesha yang mewakili dua keyakinan yang berbeda menunjukkan bahwa cinta seringkali tidak memandang perbedaan agama. Niat mereka untuk bersatu dalam pernikahan mencerminkan aspirasi untuk menciptakan harmoni di tengah-tengah perbedaan yang ada.

Grafito juga memberikan gambaran tentang bagaimana masyarakat pada masanya merespon pernikahan beda agama. Ketegangan dan ketidaksetujuan dari tokoh-tokoh agama mencerminkan pandangan sosial yang masih kental dengan norma-norma keagamaan.

Pentingnya peran Dewi Ratih dan Kamajaya sebagai simbol cinta kasih menunjukkan bahwa dalam menghadapi konflik agama, terkadang diperlukan kelembutan, toleransi, dan sikap terbuka untuk mencapai pemahaman bersama. Ini memberikan pesan positif bahwa cinta dapat menjadi kekuatan penyatuan yang lebih besar daripada perbedaan agama.

Penggunaan bahasa dalam bentuk majas memberikan nuansa keindahan dan kedalaman pada naskah, memperkaya pengalaman pembaca atau penonton dalam memahami perasaan dan konflik yang dihadapi oleh para tokoh. Sarkasme yang terdapat dalam beberapa dialog memberikan sentuhan kritis terhadap norma-norma sosial, mengajak penonton atau pembaca untuk merenungkan ulang nilai-nilai yang sering kali dianggap mutlak.

Secara keseluruhan, Grafito karya Akhudiat tidak hanya merupakan kisah cinta yang menghibur, tetapi juga sebuah karya yang mengajak untuk merenung tentang toleransi, pemahaman, dan cinta dalam menghadapi perbedaan agama. Dengan tema pernikahan beda agama yang diangkat, naskah ini tetap relevan sebagai refleksi tentang tantangan dan peluang dalam hubungan antaragama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun