“Jadi, dia juga tahu tentang kita?”
“Tentu saja dia harus tahu. Setidaknya itu akan mengurangi rasa berdosanya padamu.”
“Kau tidak keberatan dia datang ke rumah dan berbicara empat mata denganku?”
Polosnya pertanyaan itu! Ferry tersenyum menepuk pundak gadisnya, nona kecilnya yang terkasih.
“Kenapa harus keberatan? Aku percaya padamu, juga pada Jo. Calon pendeta bukan playboy yang patut dicemburui. Gadisku bukan gadis yang mudah goyah yang setiap saat harus diawasi.”
***
“Jo!” Dada Vava terlonjak ketika didengarnya suara mama dari ruang depan.
Jadi, akhirnya dia betul-betul datang. Sekadar ingin meminta maaf pada seorang teman lama yang pernah disakitinya?
Atau ingin mengumpulkan kembali puing-puing kenangan lama? Ah, Vava tak mengharapkan kemungkinan terakhir itu.
“Vava,” suara mama disusul ketukan di pintu. “Lihat siapa yang datang.”