"Kenapa kau tersenyum?"Â
"Mengingat kebersamaan tadi siang dengan teman-teman kantor," aku mengutarakan alasan tersenyumku tetiba tanpa mengajaknya.Â
"Andai saja ya," dia melanjutkan dengan pernyataan yang tak selesai.Â
"Andai apa? Kau bicara tapi ga lengkap."Â
'"Andai aku bisa membaca pikiranmu jadi tak perlu bertanya apa alasan kau tiba-tiba tersenyum begitu," katanya lagi, kini gantian dia yang tersenyum.Â
Aku hanya geleng-geleng kepala. "Lain kali kalau lihat tiba-tiba aku tersenyum, kamu temanin senyum aja. Biar orang yang lihat ga anggap aku sedang senyum sendiri, oke?"Â
"Mana bisa begitu. Bukankah aku selalu menjadi orang itu? Melihatmu senyum-senyum sendiri. Tak ada orang lain yang lihat kebiasaanmu itu. Aku tidak mau temanin kamu senyum-senyum sendiri," apa dia sedang merajuk padaku? Astaga, entahlah.Â
"Ya udah kalau ga mau temanin senyum-senyum lain kali. Biar aja aku senyum-senyum sendiri."Â
"Memang ada ya kejadian yang lucu tadi siang?" Dia bertanya lagi karena penasaran.Â
"Iya, ternyata seru juga makan bersama setelah sekian waktu tak bisa melakukannya karena pandemi. Jadi seru banget. Saling bercanda sama teman-teman. Melontarkan cerita lucu tentang keseharian kami. Hingga hidangan santap siang datang, kami makan siang dengan bahagia dan ceria."Â
Dia mengangguk-angguk lagi. Sesederhana itu alasan tersenyumku. Mungkin itu yang dipikirkannya. Tapi memang benar, aku mudah tersenyum, tergerak oleh hal-hal kecil di sekitarku yang memberi sentuhan indah di hati.Â
Sementara dia. Jarang kulihat senyum atau tawanya. Hanya mendengarkan semua kisahku dengan ekspresi datar, seolah tidak berminat mendengarkan kisahku.Â
Tapi herannya dia selalu setia berada di sisiku tanpa keluh kesah bosan dengan ceritaku.Â
"Kenapa kamu selalu mendengarkan kisah-kisahku? Padahal seringkali tanpa ekspresi."Â
"Mungkin loadingku lama jadi sering ga merespon ceritamu. Apa kau keberatan? Tapi kalau malam tiba, biasanya kisah-kisahmu terkenang dan membuatku juga senyum-senyum sendiri." Dia menjawabku panjang lebar.Â
"Oh tidak sama sekali. Selama kau masih mau di sampingku mendengar semua ceritaku, itu cukup. Makasih ya."Â
Kami mengakhiri pembicaraan dengan sama-sama tersenyum geli. Kau adalah salah satu alasanku senyum-senyum sendiri tapi tak pernah kuberi tahu padamu.
...Â
Terkadang tanpa kita sadari, kita menjadi alasan orang lain bisa tersenyum hari ini.Â
...
Ai Lian-ni untuk Inspirasiana
19 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H