"Iya, ternyata seru juga makan bersama setelah sekian waktu tak bisa melakukannya karena pandemi. Jadi seru banget. Saling bercanda sama teman-teman. Melontarkan cerita lucu tentang keseharian kami. Hingga hidangan santap siang datang, kami makan siang dengan bahagia dan ceria."Â
Dia mengangguk-angguk lagi. Sesederhana itu alasan tersenyumku. Mungkin itu yang dipikirkannya. Tapi memang benar, aku mudah tersenyum, tergerak oleh hal-hal kecil di sekitarku yang memberi sentuhan indah di hati.Â
Sementara dia. Jarang kulihat senyum atau tawanya. Hanya mendengarkan semua kisahku dengan ekspresi datar, seolah tidak berminat mendengarkan kisahku.Â
Tapi herannya dia selalu setia berada di sisiku tanpa keluh kesah bosan dengan ceritaku.Â
"Kenapa kamu selalu mendengarkan kisah-kisahku? Padahal seringkali tanpa ekspresi."Â
"Mungkin loadingku lama jadi sering ga merespon ceritamu. Apa kau keberatan? Tapi kalau malam tiba, biasanya kisah-kisahmu terkenang dan membuatku juga senyum-senyum sendiri." Dia menjawabku panjang lebar.Â
"Oh tidak sama sekali. Selama kau masih mau di sampingku mendengar semua ceritaku, itu cukup. Makasih ya."Â
Kami mengakhiri pembicaraan dengan sama-sama tersenyum geli. Kau adalah salah satu alasanku senyum-senyum sendiri tapi tak pernah kuberi tahu padamu.
...Â
Terkadang tanpa kita sadari, kita menjadi alasan orang lain bisa tersenyum hari ini.Â
...