Di antara banyak pengalaman selama kurun waktu tersebut, selain yang saya ungkapkan di awal tulisan ini, banyak hal lain yang terlewatkan selama 4 tahun dan satu bulan itu. Beberapa di antaranya bisa saya kemukakan disini.
Wisuda Anak-anak Kami
Saat saya masuk tahanan anak pertama dan kedua sudah duduk di bangku kuliah. Sedangkan anak nomor tiga atau si bungsu satu-satunya anak perempuan masih mengenyam pendidikan di kelas 3 SMA.
Ketika saya sudah dipindahkan ke Porong, kedua anak saya tersebut, yaitu anak pertama dan kedua sudah berhasil menyelesaikan kuliah mereka.Â
Keberadaan saya di penjara menyebabkan saya tidak bisa menghadiri acara wisuda mereka. Dengan demikian saya telah melewatkan hari bahagia mereka tanpa bisa hadir bersama mereka.
Hari-hari Bahagia Kerabat dan Sahabat
Ada 4 keponakan baik dari keluarga saya maupun dari keluarga istri melaksanakan pernikahan mereka pada saat saya di penjara. Bagi saya ini sesuatu yang cukup mengecewakan mengingat biasanya apabila ada keluarga yang punya acara semacam itu, saya selalu hadir di tengah-tengah mereka, termasuk ikut sibuk dalam persiapannya.
Saya juga melewatkan kelahiran beberapa 'cucu', anak-anak dari keponakan-keponakan. Mereka lahir saat saya berada di penjara. Setiap saya dikirimi foto bayi atau anak kecil yang lucu-lucu, saya terpaksa harus bertanya 'Ini siapa?'.
Sedikit beruntung, ketiga anak saya sendiri belum ada yang menikah. Saya juga melewatkan kesempatan untuk menghadiri hari bahagia beberapa sahabat dekat, acara mantu misalnya.
Meninggalnya Kerabat dan Sahabat
Hal yang sangat menyedihkan adalah ketika mendengar kabar duka meninggalnya kerabat dan sahabat. Selama 4 tahun dan 1 bulan 'berkamar' di penjara setidaknya ada 44 orang kerabat dekat dan sahabat yang meninggal dunia, 12 orang di antaranya meninggal akibat terpapar COVID-19.Â
Sementara itu 3 orang dari 44 orang itu merupakan tetangga sebelah rumah sehingga bagi keluarga kami mereka ini sudah menjadi bagian dari kerabat dekat.
Kesedihan saya atas meninggalnya mereka menjadi bertambah karena saya tidak bisa datang untuk melayat membesarkan hati keluarga yang ditinggalkannya atau sekedar menghadiri pemakamannya.
Dan di antara semua itu yang paling membuat saya sangat sedih adalah meninggalnya adik laki-laki saya. Dia adalah anak kelima, sedangkan saya keempat dari 8 bersaudara. Saya merupakan anak laki-laki pertama dari orang tua kami sehingga pada kondisi-kondisi tertentu saya harus memosisikan diri sebagai pengganti ayah kami yang sudah tiada.