Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisahku di Penjara: Banyak yang Terlewatkan (Bagian 13)

23 Maret 2022   10:14 Diperbarui: 23 Maret 2022   10:27 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi keluarga | Foto diambil dari ShutterstockLanjutan kisah nyata Kang Win di Penjara. Ikuti akun Inspirasiana untuk membaca cerita lengkapnya.

Banyak Yang Terlewatkan (Melawan Dengan Sabar, Bagian 13)

Hanya ada dua perempuan dalam hidup saya dimana saya ingin selalu berada di dekatnya. Yang pertama adalah ibu saya. Yang kedua adalah istri saya, istri pertama dan satu-satunya.

Dua perempuan yang saya kagumi karena perjuangan dan pengorbanannya dalam membesarkan anak-anaknya dalam kondisi yang serba tidak mudah. Saya harus mengatakan dalam banyak hal keduanya memang memiliki kemiripan. Saya sangat mencintai keduanya.
4 tahun dan satu bulan di penjara saya harus terpisah secara fisik dengan keduanya. Kami tidak pernah bertemu, karena secara khusus saya meminta keduanya untuk tidak memaksakan diri mengunjungi saya di penjara. Saya harus menepi dari kewajiban saya kepada keduanya.

Ibu saya kini sudah berusia 88 tahun. Mungkin hanya kepada saya paling sering bercerita panjang lebar tentang masa lalunya, tentang masa-masa indah dan masa-masa yang tidak mudah untuk dilalui.

Orang dalam usia lanjut memang butuh orang yang mau mendengarkan ceritanya. Dan saya bisa menjadi pendengar yang baik baginya. Dengan 'mondok' di penjara saya telah melewatkan kesempatan untuk bisa merawatnya dalam usia sepuhnya.

Demikian pula kepada istri saya, saya harus melewatkan kesempatan untuk merawatnya saat dia mengalami sakit berkepanjangan. Dia harus berjuang sendiri dalam ikhtiar untuk kesembuhannya. 

Dan dalam kondisi yang tidak 100% pulih pasca sakit, dia harus berjuang sendiri mengurus rumah tangga dalam kondisi finansial yang tidak bagus. Kepada Tuhan saya berdoa "Ya Allah, Tuhanku, pertemukanlah aku dengan ibuku dan istriku dalam keadaan kami semua sehat".

Bagi sebagian besar penghuni Lapas Kelas 1 Surabaya di Kecamatan Porong, Provinsi Sidoarjo hukuman 4 tahun seperti yang saya alami hanyalah hukuman sayur. Sayur ini adalah semacam klasifikasi untuk menyebut hukuman antara 3 sampai 5 tahun, yang maksudnya kira-kira bahwa hukuman penjara pada tingkatan itu dianggap hukuman yang ringan.

Yang lucu lagi mereka yang hanya dihukum 1 atau 2 tahun disebut sebagai 'numpang mandi'. Ini bisa menjadi gambaran bahwa sebagian besar dari penghuni lapas porong yang jumlahnya lebih dari 2.500 orang rata-rata menjalani hukuman yang panjang. Mereka menyebutnya sebagai hukuman yang dalam.

Di luar mereka yang hukumannya ada angkanya, ada 2 klasifikasi lain yaitu: SH dan MT. Dua klasifikasi ini tidak dapat dipastikan kapan bisa pulang. SH adalah sebutan bagi mereka yang menyandang status hukuman penjara seumur hidup. Sedangkan MT adalah sebutan untuk terpidana hukuman mati. Masih ada harapan bagi mereka bisa pulang, apabila ada upaya hukum lain yang mereka lakukan yaitu PK (Peninjauan Kembali) atau grasi.

Bagi saya 4 tahun dan 1 bulan bukanlah waktu yang pendek, terlebih untuk ukuran hidup di penjara. Tentu banyak hal yang saya alami selama 15 bulan di rutan dan 34 bulan di lapas. 

Di antara banyak pengalaman selama kurun waktu tersebut, selain yang saya ungkapkan di awal tulisan ini, banyak hal lain yang terlewatkan selama 4 tahun dan satu bulan itu. Beberapa di antaranya bisa saya kemukakan disini.

Wisuda Anak-anak Kami

Saat saya masuk tahanan anak pertama dan kedua sudah duduk di bangku kuliah. Sedangkan anak nomor tiga atau si bungsu satu-satunya anak perempuan masih mengenyam pendidikan di kelas 3 SMA.

Ketika saya sudah dipindahkan ke Porong, kedua anak saya tersebut, yaitu anak pertama dan kedua sudah berhasil menyelesaikan kuliah mereka. 

Keberadaan saya di penjara menyebabkan saya tidak bisa menghadiri acara wisuda mereka. Dengan demikian saya telah melewatkan hari bahagia mereka tanpa bisa hadir bersama mereka.

Hari-hari Bahagia Kerabat dan Sahabat

Ada 4 keponakan baik dari keluarga saya maupun dari keluarga istri melaksanakan pernikahan mereka pada saat saya di penjara. Bagi saya ini sesuatu yang cukup mengecewakan mengingat biasanya apabila ada keluarga yang punya acara semacam itu, saya selalu hadir di tengah-tengah mereka, termasuk ikut sibuk dalam persiapannya.

Saya juga melewatkan kelahiran beberapa 'cucu', anak-anak dari keponakan-keponakan. Mereka lahir saat saya berada di penjara. Setiap saya dikirimi foto bayi atau anak kecil yang lucu-lucu, saya terpaksa harus bertanya 'Ini siapa?'.

Sedikit beruntung, ketiga anak saya sendiri belum ada yang menikah. Saya juga melewatkan kesempatan untuk menghadiri hari bahagia beberapa sahabat dekat, acara mantu misalnya.

Meninggalnya Kerabat dan Sahabat

Hal yang sangat menyedihkan adalah ketika mendengar kabar duka meninggalnya kerabat dan sahabat. Selama 4 tahun dan 1 bulan 'berkamar' di penjara setidaknya ada 44 orang kerabat dekat dan sahabat yang meninggal dunia, 12 orang di antaranya meninggal akibat terpapar COVID-19. 

Sementara itu 3 orang dari 44 orang itu merupakan tetangga sebelah rumah sehingga bagi keluarga kami mereka ini sudah menjadi bagian dari kerabat dekat.

Kesedihan saya atas meninggalnya mereka menjadi bertambah karena saya tidak bisa datang untuk melayat membesarkan hati keluarga yang ditinggalkannya atau sekedar menghadiri pemakamannya.

Dan di antara semua itu yang paling membuat saya sangat sedih adalah meninggalnya adik laki-laki saya. Dia adalah anak kelima, sedangkan saya keempat dari 8 bersaudara. Saya merupakan anak laki-laki pertama dari orang tua kami sehingga pada kondisi-kondisi tertentu saya harus memosisikan diri sebagai pengganti ayah kami yang sudah tiada.

Pemilihan Umum

Ditahan di penjara sebenarnya tidak menyebabkan gugurnya hak politik termasuk hak memilih dalam sebuah pemilu. Hak politik ini bisa saja gugur apabila Majelis Hakim dalam putusannya mencabut hak politik terdakwa. 

Ini biasanya dikenakan kepada mantan pejabat publik (seperti menteri negara, kepala daerah, atau anggota legislatif) yang terkena kasus tindak pidana korupsi.

Pencabutan hak politik itu berlaku ketika terpidana korupsi itu telah menyelesaikan masa hukuman penjaranya. Dengan demikian setelah bebas dari penjara, mereka tidak dapat serta merta menggunakan hak politik mereka sebagai warga negara, misalnya saja mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau anggota legislatif.

Pada saat Pemilu 2019 saat saya masih berada di Rutan Kejati saya masih mendapatkan surat panggilan untuk mencoblos meski hanya untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan tempat pencoblosan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) keliling.

Sedangkan untuk Pemilu Legislatif dan pemilihan Gubernur saya tidak bisa mencoblos karena faktor domisili. Adapun untuk pemilihan Presiden, hak suara saya pun akhirnya tidak bisa digunakan karena menjelang hari H pencoblosan saya dilayar dari Rutan Kejati ke Lapas Kelas 1 Surabaya di Porong, Sidoarjo.

Pada pemilu itu di Lapas Porong sebenarnya terdapat 3 TPS, namun tetap saja saya tidak dapat menggunakan hak pilih saya karena alasan keterbatasan surat suara. Pemilu kedua yang tidak bisa saya ikuti dalam arti menggunakan hak pilih yang saya miliki adalah pemilihan Bupati Bandung yang diselenggarakan dalam Pilkada Serentak Tahun 2020.

Kehilangan kesempatan menggunakan hak pilih dalam sebuah pemilu terasa sangat mengecewakan meski misalnya calon-calon yang saya dukung berhasil memenangkan kontestasi yang diikutinya.

Bagi saya pemilu bukan sekedar urusan kalah dan menang, akan tetapi lebih dari itu pemilu merupakan manifestasi dari kehendak rakyat dalam kerangka demokrasi negara. Karenanya bagi saya menggunakan hak pilih bukan semata-mata hak yang harus diperjuangkan, melainkan sebuah kewajiban sebagai seorang warga negara yang menghormati negaranya.

Sahabat pembaca, hal-hal di atas hanya sebagian dari banyak hal yang terpaksa terlewatkan karena keberadaan saya di penjara. Dan itu semua adalah bagian dari dinamika yang terjadi yang menyertai keberadaan saya di penjara.

Salam. Winardi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun