Tulisan para pemuisi di Kompasiana enak dicerna, mengandung unsur lema dan rima kata dengan pemilihan diksi yang tak biasa.
Tidak lupa juga pemilihan judul, jumlah larik, jumlah baik, lema. Semuanya membentuk ruh dalam sebuah karya puisi.
Tidak ada penilaian "berlogika" dalam pembacaan puisi. Unsur batin digunakan untuk menginterpretasi "rasa baca" yang terkandung di dalamnya.
Gaya menulis ini bahkan berpengaruh pada artikel-artikel umum yang dibuat oleh para pemuisi K. Itulah yang membuat mereka berbeda.
Tapi...
Tidak semua orang bisa menulis puisi. Salah satu contoh adalah Kompasianer Widiatmoko. Dalam grup beliau berkata, "aku tidak bisa muisi."
Tapi, ada juga yang suka sok-sok muisi. Mau kelihatan hebat, tapi yang ditulis justru "bukan puisi." Untuk yang satu ini, Acek Rudy adalah contoh yang tepat.
Nah, tidak berlama-lama lagi. Kali ini Tim Inspiriasiana akan menghubungi ke-delapan nama di atas dan menantang mereka untuk membuat sebuah pesan dalam tiga kalimat bagi para calon pemuisi atau yang puisinya suka "tidak mateng." (Sekali lagi mengambil contoh dari Acek Rudy).
Yuk, kita simak;
Katedrarajawen --
"Begitu banyak kata yang ada, mengalir dari Samudra jiwa. Hanya perlu keheningan dan rasa. Kata-kata hadir mewarnai dunia."