Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisahku di Penjara, Sendirian Menghuni Penjara Berhantu (Bagian 2)

22 Februari 2022   15:01 Diperbarui: 22 Februari 2022   15:33 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah nyataku di penjara, menghuni penjara berhantu - Photo by Ye Jinghan on Unsplash

Lanjutan dari kisah nyata Kang Win, Melawan dengan Sabar Bagian Pertama: Saatnya Pulang. 

*

Sendirian Menghuni Penjara Berhantu (Melawan Dengan Sabar, Bagian 2)

Kamis 11 Januari 2018 selepas sholat Ashar, di sebuah ruang penyidikan di lantai 5 Gedung Kejaksaan Tinggi NN, saya resmi menjadi tersangka untuk sebuah kasus Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) dengan diterimanya SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan). 

Salah seorang penyidik dengan berkaca-kaca mengatakan, secara pribadi ia meyakini saya tidak bersalah. 

Akan tetapi katanya, pimpinan punya keinginan lain. Saya tidak tahu apakah dia tulus mengatakan itu atau sekedar basa basi. 

Kepadanya saya katakan biarlah ini saya jalani dan saya siap untuk menghadapi perkara ini dan membuktikan, saya tidak bersalah.

Sore itu saat menyerahkan SPDP Jaksa, penyidik itu menawari saya untuk ditahan di Cabang Rutan Kelas 1 di Kejati NN (panjang ya nama rutannya, jadi sebut saja Rutan Kejati X). "Daripada di rutan itu Pak, di sana penuh sesak", katanya. 

"Tapi Bapak sendirian, belum ada penghuni lain di sana". Rutan yang dimaksud adalah  Rumah Tahanan Negara Kelas 1  yang berlokasi di sebuah kota.

Dari lantai 5 itu, terlihat sebuah gedung berlantai 2 yang tampak baru. "Kalau Bapak mau, saya akan ijin ke pimpinan" katanya. 

Tanpa berpikir panjang saya jawab, "Oke saya mau di situ." 

Waktu menunjukkan pukul 5 sore ketika saya "digiring" dari ruang penyidik menuju rutan dimaksud. 

Pintu lift terbuka di Lobby Gedung Kejati, ketika belasan wartawan media cetak, media elektronik dan media online sudah bergerombol di depan pintu lift. 

Kepada para wartawan itu saya "dipamerkan" mungkin untuk menunjukkan bahwa kejaksaan telah bekerja.

Tidak lebih dari lima menit berjalan dari lobby Gedung Kejati ke Gedung Rutan karena Rutan itu berada di dalam area kantor Kejati. 

Konon ini adalah Cabang Rutan pertama yang berada di lingkungan Kejaksaan di seluruh wilayah Indonesia. Meski pada setiap Kejaksaan Negeri umumnya terdapat ruang tahanan statusnya bukan sebagai Rutan namun hanya sebatas sebagai ruang tahanan sementara. 

Oh ya perlu diketahui, rutan dan lapas adalah lembaga di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham RI).

Setelah proses penyerahan tahanan kepada pihak rutan, saya kemudian ditempatkan di sebuah ruangan (kamar) paling depan di lantai 2 gedung rutan itu. Sebuah kamar berlantai keramik berukuran 5x3m itu berpintukan jeruji besi.  Tentu saja, dilengkapi kamar mandi/toilet berukuran 2x1,5m dengan bak air, kloset duduk dan shower. 

Sebuah kasur busa ukuran single bed membuat saya bisa tidur nyaman meski tanpa bantal dan sprei.

Rutan ini berupa gedung berlantai 2 dengan luas tiap lantainya 20x12m. Ukuran yang relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan Rutan Kelas 2 apalagi dibandingkan dengan rutan lain yang penghuninya bisa ribuan orang. 

Di lantai 2  tempat saya "berkamar" terdapat 2 kamar ukuran 5x3m, 2 kamar ukuran 6x5m, sebuah ruangan bersama ukuran 6x5m. 

Di ujung lantai bagian belakang terdapat 6 buah kamar mandi / toilet yang berderet sepanjang lebar bangunan. Semuanya dengan standar yang sama dengan  kamar mandi / toilet yang berada di setiap kamar.  Sebuah pesawat TV LED 28 inci terpasang di ruangan bersama.

Bisa dikatakan fasilitas kamar tahanan di Rutan ini minus tempat tidur, tidak kalah dengan hotel melati 3. Nyaman bukan ?

Tapi maukah sahabat pembaca jadi seorang tahanan ? Jangan ! Hindari dan jauhi hal-hal yang bisa membawa kita ke penjara meski hanya sebatas tahanan.

Lagi pula, standar fasilitas seperti yang saya gambarkan di atas, sangat mungkin tidak ditemukan di Rutan lain termasuk Rutan Kelas 1 sekalipun.

Ada 2 pintu gerbang di lantai 2 itu. Gerbang pertama merupakan pintu masuk. Sedangkan gerbang kedua menjadi pembatas antara area tahanan dengan area lain seperti ruang petugas dan ruangan kunjungan.

Dua orang petugas jaga tampaknya tidak berada di dalam gedung. Keduanya bukanlah petugas resmi rutan, hanya staf kantor Kejati yang diperintah secara mendadak karena tidak direncanakan akan ada tahanan yang masuk hari itu, bahkan untuk beberapa minggu ke depan. 

Mereka mungkin berpikir saya tidak mungkin bisa melarikan diri. Lagi pula kamera CCTV terpasang di setiap ruangan.

Maka jadilah saya sendirian di dalam gedung itu. Sepintas gedung itu tampak baru dengan disain eksterior layaknya gedung perkantoran. 

Sarana dan fasilitas di dalam area tahanan semuanya baru. Tampak gres, belum sekalipun digunakan. Jika rutan itu menulis sejarah, saya mungkin menjadi salah satu tokoh sejarah bagi rutan itu. Saya adalah penghuni pertamanya. "Nganyari", kata orang Jawa.

Bagi saya, sendirian di kondisi itu bukanlah suatu masalah. Ini gedung baru bahkan tampak belum selesai karena di sana-sini masih terlihat peralatan penunjang kerja bangunan. 

Rasanya tidak mungkin ada yang aneh-aneh. Tapi "indra keenam" (andai saya memiliknya) mengatakan ada yang aneh dengan gedung ini. Auranya terasa sangat tidak bagus. 

Tampaknya ada banyak "penghuni" lain selain saya, meski saya sendiri tidak bisa melihat secara kasat mata para penghuni itu. Mungkin karena tidak bisa "melihat" itu, saya menjadi tidak pernah takut kepada yang namanya makhluk halus. 

Malam itu saya bisa tidur dengan nyenyak tanpa merasa terganggu dengan keberadaan para "penghuni" lain yang "menyambut" kehadiran saya.

Selama semingu sendirian "menghuni" gedung itu. Setiap hari beberapa pegawai Kejati datang bergantian untuk "menonton" saya. 

Umumnya mereka bertanya : "Pak, tadi malam ketemu apa ?" Saya jawab saja bahwa tidak ketemu apa-apa selain nyamuk dan tomcat (sejenis serangga terbang yang apabila menggigit menyebabkan semacam luka bakar di bekas gigitannya). 

"Tidak ketemu makhluk halus Pak ?" atau "Apa ada hantu yang mengganggu Bapak ?". Semuanya penulis jawab : "Ah Pak, Bu, kalaupun ada, hantu-hantu itu pasti takut kepada saya".

Belakangan saya tahu kalau gedung itu sudah ada sejak 7 atau 8 tahun sebelumnya bersamaan dengan pembangunan gedung Kejatinya sendiri. Selama kurun waktu itu, gedung itu dibiarkan kosong. 

Kalau saat itu (saat saya berada di situ) kelihatan baru, itu karena baru saja dilabur (dicat ulang), sementara fasilitas kamar mandi/toilet memang baru saja dipasang. Semuanya sebagai persiapan peresmian dalam waktu dekat.

Dari beberapa pekerja bangunan saya dapat banyak cerita bahwa selama mereka bekerja di situ seringkali mendapat "gangguan". Misalnya tiba-tiba cat tumpah atau rol kuas tiba-tiba raib. 

Bagi saya cerita-cerita itu bisa benar bisa juga tidak. Bukankah cat bisa tumpah karena berbagai sebab. Roll kuas hilang bisa saja ada orang yang mengambil tanpa sepengetahuan pekerja itu. 

Atau bisa saja para pekerja itu mengarang cerita untuk menakut-nakuti atau sekedar untuk seru-seruan belaka. Sebagaimana penulis merasakan, ada sosok perempuan  berdiri persis di pojokan gerbang pertama, sosok perempuan lain di toilet Kamar C dan sosok lain yang mondar-mandir di deretan 6 toilet belakang. 

Cerita para pekerja itu, juga para pegawai Kejati yang datang, semuanya menjadi pembenar dan penguat apa yang terasa oleh saya. 

Padahal bisa saja itu hanya bayangan semu. Bukankah saat saya merasakan hal-hal di atas, pandangan mata saya tidak sampai ke gerbang pertama, juga ke toilet di Kamar C dan deretan 6 toilet di bagian belakang. 

Hantu, makhlus halus, makhluk astral, atau apapun namanya, saya belum pernah bisa membuktikan keberadaanya. Sekuat dan setajam apapun perasaan saya.

Belakangan ketika minggu-minggu berikutnya mulai berdatangan tahanan lain, timbul kehebohan karena beberapa orang di antara mereka mengatakan melihat atau berpapasan dengan sosok-sosok yang gambarannya pernah saya rasakan seperti yang saya ulas di atas.

Sahabat pembaca, percayakah ? Saya hanya bercerita, kesimpulannya terserah Anda. 

Winardi

Nantikan bagian ketiga dengan tajuk Hanya Kepada Tuhan Kutitipkan. Follow akun Inspirasiana ini. Salam literasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun