Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Klub-klub Bola Artis: Berkah Trickle Down Effect atau Sekadar Pemanis?

8 Juni 2021   04:29 Diperbarui: 8 Juni 2021   09:31 1415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rupanya tren artis mengakuisisi dan membentuk klub sepak bola sedang hangat-hangatnya di Indonesia. Raffi Ahmad mengakuisisi Cilegon United FC menjadi RANS Cilegon FC. Gading Marten mengakuisisi Persikota di divisi tiga. Youtuber Atta Halilintar membentuk AHHA PS Pati FC.

Warganet menyampaikan reaksi beragam atas munculnya klub-klub sepak bola yang dimiliki para artis dan selebritas ini. Sebagian memandang positif sebagai upaya mendongkrak prestasi sepak bola nasional, sebagian lagi mencibir dengan aneka alasan.

Sejatinya kehadiran klub-klub sepak bola artis menawarkan dua sisi: berkat trickle down effect atau sekadar pemanis. Mari kita ulik dengan pikiran terbuka dan kritis.

Sisi positif klub-klub sepak bola artis

Kita tentu patut juga menyambut baik kepedulian para artis dan selebritis pada nasib klub-klub sepak bola dan para pemainnya. Sebelum pandemi pun, banyak klub dan pemain babak belur dalam hal keuangan dan manajemen.

Di tengah pandemi, nasib tim-tim dan pemain serta dunia sepak bola nasional pada umumnya semakin tragis. Tanpa kompetisi dan tanpa pemasukan, sebagian membubarkan para pemain yang telah dikontrak.

Gelontoran dana dari para artis dan selebritis ini bak hujan di tengah kerontang kemarau persepakbolaan nasional. Memang tidak semua klub dan pemain merasakannya, akan tetapi kepedulian ini patut kita hargai.

Selain itu, kehadiran klub-klub sepak bola para artis berdampak positif guna mendongkrak publikasi dan gairah warga mengikuti perkembangan sepak bola Indonesia. 

Banyak warga(net) yang tadinya malas menonton sepak bola nasional kemungkinan besar akan tertarik mengikuti geliat klub-klub artis di pentas kompetisi nasional.

Bukan tak mungkin, semangat anak-anak dan generasi muda untuk menjadi pemain profesional pun akan meningkat sebagai dampak ikutan dari tren baru sepak bola nasional ini.

Di masa depan, bukan tak mungkin pula klub-klub Indonesia mampu mendatangkan bintang dunia dan pelatih kelas wahid dengan gaji fantastis. Kedatangan para bintang dunia dan pelatih hebat ini tentu akan menjadi magnet yang sangat kuat bagi penonton dan sponsor. 

Sisi negatif klub-klub sepak bola artis

Di sisi lain, kita tak bisa mengesampingkan dampak negatif yang mungkin saja akan muncul dari kehadiran klub-klub sepak bola artis. Klub-klub sepak bola artis bisa saja hanya jadi pemanis jika hal-hal berikut terjadi:

Pertama, tiada visi dan misi terukur untuk kemajuan kompetisi nasional

Apa sumbangan klub-klub sepak bola artis untuk kemajuan kompetisi nasional secara keseluruhan? Apa visi dan misi terukur untuk memajukan persepakbolaan nasional?

Jika klub-klub sepak bola artis ini hanya memikirkan keuntungan material untuk klub mereka saja, klub-klub ini hanya akan jadi pemanis untuk kompetisi yang buruk rupa. Klub-klub lain yang tak memiliki sponsor kuat akan justru makin ketinggalan jauh. 

Liga Indonesia bisa menjadi kompetisi dengan jurang perbedaan kualitas yang terlalu jauh. Tak menarik lagi. Juaranya itu-itu saja. Membosankan.

Akan menjadi berbeda bila klub-klub bola artis mendukung kemajuan kompetisi nasional secara keseluruhan dengan visi dan misi yang jelas. 

Umpama, menginvestasikan dana dan upaya untuk pembangunan fasilitas pembinaan usia dini dalam rupa akademi sepak bola usia muda. 

Ambil saja contoh akademi klub-klub besar dunia yang sukses mencetak bibit unggul pemain untuk kompetisi nasional secara umum. Jebolan akademi Real Madrid dan Manchester United, misalnya, banyak bermain di klub-klub lain.

Kedua, tiadanya pemerataan pendapatan melalui trickle down effect

Apa jadinya jika tiada aturan besar gaji pelatih dan pemain serta financial fair play dalam kompetisi nasional kita? Klub-klub artis bisa jadi sangat dominan dan auto-juara liga.

Selain itu, jika tiada pemerataan pendapatan melalui trickle down effect, apa manfaat kehadiran klub-klub artis bermodal besar dan ditunjang promosi yang kuat itu? Klub-klub kelas teri akan makin tersingkir.

Teori trickle down effect (dampak tetesan ke bawah) ini dikenalkan oleh ekonom Albert Hirschman (1915-2012) yang menegaskan pentingnya peranan kutub pertumbuhan wilayah sebagai penggerak utama atau lokomotif pertumbuhan yang selanjutnya menyebarkan hasil-hasil pembangunan ke wilayah lain.

Seharusnya, kehadiran klub-klub sepak bola artis memunculkan dampak tetesan ke bawah (trickle down effect) dalam hal kesejahteraan yang berkeadilan bagi klub-klub lain yang lebih kecil.

Idealnya, dana sponsor dan dana hasil liputan siaran televisi dikelola demi kebaikan seluruh tim yang berlaga. Klub-klub besar yang dimiliki artis perlu juga peduli pada nasib klub-klub semenjana agar kualitas kompetisi semakin membaik.

Dalam hal ini, regulator liga dan para pemilik klub serta sponsor perlu berdiskusi tentang bagaimana menciptakan trickle down effect dari limpahan dana dan meriahnya publikasi klub-klub sepak bola artis. 

Jalan tengah

Pepatah Latin mengatakan: virtus in medio. Jalan keutamaan adalah jalan tengah. Tak terlalu ekstrem. Tak terlalu berlebihan. Kebijaksanaan kuno ini perlu diterapkan dalam menyikapi tren klub-klub sepak bola yang dimiliki artis dan selebritis.

Silakan saja para artis dan investor secara umum mengakuisisi klub-klub sepak bola Indonesia. Hanya saja, PSSI dan para pemangku kepentingan sepak bola nasional serta masyarakat luas perlu mendorong dan mengatur agar kehadiran klub-klub artis ini membawa berkah bagi kebaikan bangsa, bukan hanya keuntungan segelintir insan saja.

Jurang antara klub-klub bermodal raksasa dan klub-klub semenjana justru perlu diantisipasi agar kompetisi menjadi lebih kompetitif dan menarik diikuti. Contohlah Liga Utama Inggris yang demikian ketat persaingannya hingga menarik perhatian dunia.

Pembinaan pemain muda nasional dan kesejahteraan serta kebahagiaan para pemain, wasit, dan penonton perlu menjadi prioritas. 

Regulator kompetisi perlu mengajak para artis dan selebritas untuk merancang bersama publikasi yang menarik. 

Dengan pengalaman mereka sebagai entertainer dan jaringan luas mereka, para artis pemilik klub-klub sepak bola adalah mitra dalam membangkitkan sepak bola nasional kita. Semoga!

Bung ErBe untuk Inspirasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun