Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Klub-klub Bola Artis: Berkah Trickle Down Effect atau Sekadar Pemanis?

8 Juni 2021   04:29 Diperbarui: 8 Juni 2021   09:31 1415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sisi negatif klub-klub sepak bola artis

Di sisi lain, kita tak bisa mengesampingkan dampak negatif yang mungkin saja akan muncul dari kehadiran klub-klub sepak bola artis. Klub-klub sepak bola artis bisa saja hanya jadi pemanis jika hal-hal berikut terjadi:

Pertama, tiada visi dan misi terukur untuk kemajuan kompetisi nasional

Apa sumbangan klub-klub sepak bola artis untuk kemajuan kompetisi nasional secara keseluruhan? Apa visi dan misi terukur untuk memajukan persepakbolaan nasional?

Jika klub-klub sepak bola artis ini hanya memikirkan keuntungan material untuk klub mereka saja, klub-klub ini hanya akan jadi pemanis untuk kompetisi yang buruk rupa. Klub-klub lain yang tak memiliki sponsor kuat akan justru makin ketinggalan jauh. 

Liga Indonesia bisa menjadi kompetisi dengan jurang perbedaan kualitas yang terlalu jauh. Tak menarik lagi. Juaranya itu-itu saja. Membosankan.

Akan menjadi berbeda bila klub-klub bola artis mendukung kemajuan kompetisi nasional secara keseluruhan dengan visi dan misi yang jelas. 

Umpama, menginvestasikan dana dan upaya untuk pembangunan fasilitas pembinaan usia dini dalam rupa akademi sepak bola usia muda. 

Ambil saja contoh akademi klub-klub besar dunia yang sukses mencetak bibit unggul pemain untuk kompetisi nasional secara umum. Jebolan akademi Real Madrid dan Manchester United, misalnya, banyak bermain di klub-klub lain.

Kedua, tiadanya pemerataan pendapatan melalui trickle down effect

Apa jadinya jika tiada aturan besar gaji pelatih dan pemain serta financial fair play dalam kompetisi nasional kita? Klub-klub artis bisa jadi sangat dominan dan auto-juara liga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun