Kisah pertama, gajah pengingat dan pelacak yang baik
Salah satu kisah yang saya dengar dari warga adalah bahwa gajah kerdil Kalimantan adalah pengingat dan pelacak yang baik. Artinya, gajah ini punya ingatan kuat.Â
Seorang petugas konservasi menembakkan suntikan bius. Tentu menyakitkan juga bagi si gajah. Sayangnya suntikan bius itu gagal membuat pingsan si gajah.Â
Malam harinya, si gajah yang belum pingsan ini mendatangi rumah tempat tinggal petugas konservasi yang tadi siang mencoba melumpuhkannya dengan bius. Rupanya gajah bisa melacak keberadaan si petugas penembak bius.
Si gajah memang tidak merusak rumah, namun dia sempat mencabut beberapa batang pohon di kebun. Wah, meskipun "lembut", si gajah bisa marah juga ya. Hehehe.Â
Kisah kedua, jangan melindas kotoran "si nenek"
Saat saya dibonceng teman saya, saya mengamati bahwa teman saya ini berusaha menghindari kotoran gajah agar tidak terlindas ban motor. Â "Jangan melindas kotoran si nenek," kata teman saya.
Si nenek yang dimaksud adalah gajah Kalimantan. Warga sekitar tidak berani menyebut kata "gajah". Ini adalah kearifan lokal untuk menghormati gajah sebagai "nenek moyang" yang perlu dihormati. Bahkan kotoran si nenek pun tidak boleh dilindas ban motor.Â
Saya mencoba menghubungkan kisah kedua ini dengan kisah pertama. Selain demi kebersihan ban motor kita, mungkin juga maksudnya agar si gajah tidak bisa mengendus kotoran yang mengarah ke tempat tinggal si pengendara motor :) Wah, gawat juga kalau malam-malam didatangi si nenek padahal kita hanya melindas kotorannya saja. Wkkk...
Kisah ketiga, wajib pulang jika berjumpa kawanan gajah melintas di sungai