Itu artinya, jika kita berfilosofi pada air, maka kehadiran kita sebagai manusia hendaknya bermanfaat bagi manusia lainnya. Itulah sebabnya, berbagai ajaran agama menuntun kita untuk berbuat baik dan suka membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan.
Kita berusaha bisa turut menghidupi atau membantu orang lain agar mereka pun bisa hidup, sebagaimana kita juga dibantu oleh orang-orang di sekitar.
Jadi, hendaknya kita ringan tangan dan peduli pada orang lain, karena pada hakikatnya hidup mesti dilandasi saling bantu satu sama lain.
3. Bersikap Fleksibel
Filosifi air juga mengajarkan kita untuk bisa fleksibel, mudah menyesuaikan diri dengan keadaan. Dengan fleksibilitas, air bisa berhasil mengarungi kehidupan kendati keadaan sekitar serbakeras.
Lihatlah, misalnya, air yang memiliki sifat lentur dan cair, bisa melubangi batu yang keras. Kerasnya batu bisa dilawan dengan fleksibilitas atau kelenturan air.
Demikian pula dengan kehidupan. Kalau kita kaku atau keras, maka kita akan patah. Kita menjadi rapuh. Jika kita menggunakan pendekatan yang lentur dan luwes, bukan keras dan kaku, peluang keberhasilan pencapaian tujuan akan jauh lebih terbuka.
Dalam filosofi Tiongkok disebutkan: it doesn’t get upset, it doesn’t complain, it doesn’t get angry. Water always finds a solution, without force, without conflict. Air mengajarkan kita hidup harmonis.
Ciri fleksibilitas air juga tampak pada sifatnya yang selalu menyesuaikan diri dengan tempat di mana air itu berada. Air mengikuti wadahnya.
Sebuah gambaran dari Maat Ancient melalui puisi mungkin bisa memberi sedikit gambaran.
“Be water brother. Be water. For if you put water in a cup, its takes the shape of the cup. Put water in the tank, it will take the shape of the tank. Put water in the pool, and it will the shape of the pool. So be water brother. Be water.”