Philosophy of water merupakan filosofi yang diangkat dari sifat-sifat air. Terkait ini, yang paling sering kita dengar adalah kalimat: "Hiduplah seperti air mengalir". Bagaimana seyogianya memaknai kalimat filosofis ini?
Terhadap kata-kata itu, banyak sekali orang salah mengartikannya. Banyak yang memaknainya bahwa hidup sekadar untuk mengikuti arus ke mana saja hidup membawa mereka. Pengertian sesungguhnya bukan seperti itu.
1. Menghadapi Kesulitan
Kalau ditelisik lebih jauh, makna yang terkandung dari kalimat di atas bukanlah lepas pasrah mengikuti arus. Sama sekali, bukan!
Kalimat itu sejatinya dimaksudkan lebih sebagai pengingat agar apa pun halangan dan rintangan yang ada di depan kita janganlah hendaknya sampai menghentikan langkah kita untuk mencapai tujuan. Jangan gentar menghadapi kesulitan dalam kehidupan!
Kita bisa melihat bagaimana air mencari jalan kendati di depannya ada bebatuan, ada batang pohon yang menghambat alirannya, terus berusaha menemukan jalan dan mengalir menuju muara atau samudera.
Oleh karena itu, filosofi hidup seperti air mengalir sejatinya mengandung spirit perjuangan untuk menghadapi berbagi rintangan atau tantangan apa pun bentuknya hingga pada akhirnya teratasi dan tujuan pun bisa tercapai.
Oleh karena itu, yang perlu diperlukan adalah tujuan hidup, karena seharusnya hidup mesti bertujuan. Bukannya hidup untuk sekadar hidup, berserah pasrah tanpa usaha.
Find the purpose by taking your passion. Temukanlah tujuan hidupmu selaras dengan renjanamu. Demikian para bijak menyebutkan.
2. Bermanfaat bagi Orang Lain
Lebih lanjut tentang air, kita sejatinya bisa belajar banyak darinya. Air menjadi sumber kehidupan. Tanpa air tidak akan ada kehidupan. Airlah yang ditugasi oleh semesta untuk memberi kehidupan kepada semua makhluk ciptaan Tuhan. Tanpa air, tidak akan pernah kehidupan. Semua makhluk memerlukan air.
Itu artinya, jika kita berfilosofi pada air, maka kehadiran kita sebagai manusia hendaknya bermanfaat bagi manusia lainnya. Itulah sebabnya, berbagai ajaran agama menuntun kita untuk berbuat baik dan suka membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan.
Kita berusaha bisa turut menghidupi atau membantu orang lain agar mereka pun bisa hidup, sebagaimana kita juga dibantu oleh orang-orang di sekitar.
Jadi, hendaknya kita ringan tangan dan peduli pada orang lain, karena pada hakikatnya hidup mesti dilandasi saling bantu satu sama lain.
3. Bersikap Fleksibel
Filosifi air juga mengajarkan kita untuk bisa fleksibel, mudah menyesuaikan diri dengan keadaan. Dengan fleksibilitas, air bisa berhasil mengarungi kehidupan kendati keadaan sekitar serbakeras.
Lihatlah, misalnya, air yang memiliki sifat lentur dan cair, bisa melubangi batu yang keras. Kerasnya batu bisa dilawan dengan fleksibilitas atau kelenturan air.
Demikian pula dengan kehidupan. Kalau kita kaku atau keras, maka kita akan patah. Kita menjadi rapuh. Jika kita menggunakan pendekatan yang lentur dan luwes, bukan keras dan kaku, peluang keberhasilan pencapaian tujuan akan jauh lebih terbuka.
Dalam filosofi Tiongkok disebutkan: it doesn’t get upset, it doesn’t complain, it doesn’t get angry. Water always finds a solution, without force, without conflict. Air mengajarkan kita hidup harmonis.
Ciri fleksibilitas air juga tampak pada sifatnya yang selalu menyesuaikan diri dengan tempat di mana air itu berada. Air mengikuti wadahnya.
Sebuah gambaran dari Maat Ancient melalui puisi mungkin bisa memberi sedikit gambaran.
“Be water brother. Be water. For if you put water in a cup, its takes the shape of the cup. Put water in the tank, it will take the shape of the tank. Put water in the pool, and it will the shape of the pool. So be water brother. Be water.”
Apa yang bisa kita pelajari dari the water sebagaimana dipaparkan Matt Ancient? Tidak salah lagi, fleksibilitas atau kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan.
Kalau air menyesuaikan dirinya mengikuti tempat atau wadah, maka manusia mesti fleksibel dengan lingkungannya. Dengan demikian manusia akan selamat.
4. Mengayomi dan Melayani
Di samping fleksibilitas itu, air juga memiliki karakter mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Dari dataran tinggi ke dataran rendah.
Lalu, pelajaran apa yang bisa diambil dari sifat ini? Sifat air yang selalu mengalir ke tempat yang rendah bisa disepadankan dengan sifat rendah hati pada manusia. Ia tidak tinggi hati atau sombong dengan “ketinggian”-nya.
Kalau ia seorang pemimpin, maka dia akan bersifat mengayomi dan melayani masyarakatnya. Tidak ada sifat egois di sini. Karena ia berada di posisi atas sebagai pemimpin, maka ia seyogianya melayani orang-orang yang ada di bawahnya.
Dengan demikian, sifat air diumpamakan bagai sifat pemimpin yang melayani, bukan dilayani. Pemimpin yang melayani akan menjadi sumber kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya.
5. Menguatkan Hati
Selanjutnya, air juga bersifat memenuhi ruang-ruang kosong. Filosofinya adalah, manusia yang baik adalah manusia yang mengisi kekosongan hati dengan menghibur atau dengan menguatkan hati orang di sekitarnya yang terlanda kesulitan.
Ia siap menjadi penolong bagi sesamanya yang sedang membutuhkan bantuan. Suka menolong sesama atau suka berbagi. Karena, sejatinya, kebahagiaan batin bisa dicapai dengan membantu mereka yang membutuhkan pertolongan.
Wasana kata
Dengan hidup berdasarkan filosofi air, maka kita akan mencapai tujuan kita, apa pun halangannya di sepanjang perjalanan. Kita juga akan mampu mengatasi berbagai rintangan dan kesulitan dengan berbekalkan sifat air yang fleksibel dan lentur, tidak kaku atau keras menghadapi keadaan.
Dan, dengan filosofi air kita menjadi manusia berguna bagi orang-orang di sekitar, orang-orang yang membutuhkan pertolongan kita. Hanya dengan menolong dan membantu membahagiakan orang lain, kita akan merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.
Ditulis oleh I Ketut Suweca untuk Inspirasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H