Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membiasakan Diri atau Mendirikan Kebiasaan, Apa Salah Tuak?

16 November 2020   06:23 Diperbarui: 16 November 2020   07:04 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para suami bahkan bisa saja tidak sempat memakan sarapan pagi yang telah disiapkan oleh istrinya, karena lekas pergi ke warung kopi di pagi hari. Mereka sibuk membahas politik lokal hingga isu internasional sambil duduk berlama-lama.

Sebagian mungkin akan beranjak dari kedai, saat menjelang makan siang. Kurang lebih, demikianlah gambaran keseharian masyarakat di desa terpencil itu, tempat di mana Rut Tandhi Ramba ditugaskan sebagai seorang motivator desa.

Lalu, Apa Salah Tuak?

Pada sore menjelang malam itu, saya yang takut ketinggalan menyajikan hidangan makan malam di rumah kalimbubu saya itu, langsung ikut mengambil bagian. Bagi saya, itu diniatkan sebagai bentuk rasa hormat saya kepada paman, karena ibu saya adalah pihak perempuan di keluarga paman, tuan rumah acara itu.

Sebelumnya saya sudah menenggak segelas tuak. Tidak cukup, satu lagi jadi dua gelas. "Bagus tuaknya", kata kerabat saya yang menawarkannya dengan ramah itu.

Ketika akan membantu menyajikan makan malam itu, saya merasa sudah agak sempoyongan saat akan mengambil salah satu sajian. Parahnya, sajian yang saya ambil dari bawah kolong meja itu adalah sisa hidangan tadi pagi, yang sebenarnya sudah kurang baik kondisinya, tapi saya tidak menyadarinya.

Saya membawa hidangan dengan kondisi yang sudah setengah baik itu ke tengah perkumpulan orang yang duduk bersila dalam lingkaran di atas alas tikar (itu adalah masa sebelum pandemi). 

Sontak saja aku digiring minggir kembali ke belakang oleh juru pengatur sajian, mungkin karena sajian itu sudah mengeluarkan aroma taksedap yang tidak lagi aku sadari.

Dia mungkin menyadari gerakanku yang tampak santai, tapi sebenarnya sudah sempoyongan setengah sadar, karena tuak. Aku merasa malu dan menyesal sekali, sambil duduk menenangkan diri.

Padahal, ada seorang kakek di kampung itu yang aku tahu, setiap hari pasti minum tuak. Barang segelas dua gelas setiap hari.

Katanya, tuak berkhasiat mencegah sakit ginjal, sakit gula, dalam kadar yang pas. Juga menghilangkan penat-penat setelah capai bekerja seharian, dan malamnya tidur pun menjadi lebih nyenyak. Dia memang panjang umur, sudah sangat tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun