Dalam keseharian kita, sering kita mendengar nasihat agar kita menjaga keseimbangan hubungan vertikal dan horizontal. Hubungan vertikal adalah relasi kita dengan Tuhan, dalam bentuk doa dan percakapan-percakapan pergumulan dengan Tuhan. Hubungan horizontal adalah hubungan kita dengan sesama manusia.
Hubungan kita dengan Tuhan dan manusia disebut teologia keseimbangan. Akhir-akhir ini mulai makin disadari pula hubungan kita dengan alam. Hubungan kita dengan alam baru populer karena pada umumnya manusia masih eksploitatif demi angka pertumbuhan ekonomi.
Hubungan kita dengan alam masih minim, sehingga alam kita menjadi rusak parah dan muncul pemanasan global (global warming).
Dalam hidup ini, kita seringkali mempelajari sesuatu hal, tetapi tidak dipraktikkan. Lebih parah lagi jika menyalahgunakan apa yang kita pelajari, yang berakibat fatal terhadap kehidupan.
Kesalahan dalam mempelajari sesuatu dapat berdampak kepada kerusakan lingkungan. Kita amati misalnya mazhab ekonomi dan mazhab ilmu-ilmu lain pada umumnya di kolong langit ini berdampak kepada lingkungan.
Ekonomi kapitalisme mengakibatkan uang dimilki hanya segelintir orang yang dapat mengendalikan ekonomi dunia. Didirikan perusahaan yang berorientasi kapitalisme, yang akan mengeruk Sumber Daya Alam. Ekonomi seperti itu bertumpu hanya kepada beberapa orang saja sebagai pemilik modal.
Ekonomi rakyat yang sejatinya mampu memberikan rasa adil menjadi terabaikan, karena jika ingin berkuasa harus dekat dengan pemilik modal untuk biaya politik (cost politic). Jika tidak memiliki biaya politik rasanya tidak mungkin berkuasa. Hal ini menyebabkan politik identik dengan jumlah uang untuk modal politik.
Lain halnya dengan kehidupan si Haposan dengan si Parman yang hidup di kawasan Danau Toba Sumatra Utara. Haposan adalah pendeta dan si Parman adalah jemaat biasa.
Si Parman itu rajin bekerja dan memilihara ternak, seperti kerbau, sapi, kambing, ayam, entok, bebek, dan berbagai ternak lainnya yang dibudidayakannya. Tanam-tanamannya juga banyak, ada jambu, mangga, nenas, kopi, dan berbagai tanaman lainnya yang dipeliharanya dengan baik.
Semua kotoran ternaknya dijadikan pupuk organik, sehingga tanam-tanamannya tumbuh dan berbuah baik. Bahkan kotoran ternaknya sering juga dibuang di luar lahannya, sehingga pohon-pohon di kawasan tempat tinggalnya tumbuh rindang, seperti hutan.
Si Haposan adalah pendeta yang baik. Ia rajin mengunjungi jemaatnya agar mereka bertumbuh secara rohani. Hampir semua jemaatnya yang sakit dijenguknya. Jadwalnya diatur sedemikian rupa.
Hari Senin libur, sorenya melakukan kunjungan pastoral untuk menguatkan iman jemaat. Hari Selasa membina kaum perempuan, Rabu membina kaum bapak, Kamis membina remaja, Jumat dan Sabtu mempersiapkan khotbah.
Uniknya, Haposan mempersiapkan khotbah dengan cara mengunjungi jemaat, agar persoalan-persoalan jemaat bisa menjadi bahan khotbah. Kesaksian jemaat dijadikan bahan khotbah agar iman seluruh jemaat bertumbuh dengan baik.
Haposan sangat mencintai pelayanannya. Jemaat pun hormat dan kagum kepadanya.
Bebarapa tahun kemudian...
Haposan meninggal, bersamaan dengan si Parman, salah seorang anggota jemaatnya. Tibalah waktunya mereka dihakimi oleh malaikat, soal status mereka apakah akan ke surga atau neraka.
Konon, surga itu ada 7 tingkatan lantai. Peraturannya, setelah dihitung amal perbuatannya, semakin tinggi amal perbuatannya, maka semakin tinggilah tingkatan lantai huniannya di surga.
Malaikat memanggail si Parman agar masuk ke lantai  3. Mendengar Parman dimasukkan ke lantai 3, pendeta Haposan senang luar biasa. Ia memperkirakan bahwa ia akan ditempatkan di lantai 7.
Malaikat pun memanggil pendeta Haposan, yang juga ditempatkan dilantai 3. Ruangan mereka bersebelahan di surga.
Haposan pun protes ke malaikat, dan mengatakan bahwa si Parman itu hanya jemaat, dan ia tahu persis perilaku keseharaiannya. "Si Parman itulah jemaatku yang paling malas ke gereja," kata Haposan.
Menurut Haposan, si Parman lebih memprioritaskan ternaknya daripada beribadah ke gereja. Parman kadang lebih memilih mencari rumput bagi kerbau dan sapinya dibanding kebaktian di gereja.
"Kalau saya melayani umat Tuhan siang dan malam. Jadwal saya padat untuk melayani umat. Senin hingga  Minggu terus menerus melayani umat untuk kemuliaan Tuhan semata. Mengapa saya satu lantai dengan Parman?" protes Haposan.
Malaikat menjelaskan bahwa pendeta Haposan adalah hamba Tuhan yang baik, bersikap rendah hati, dan semangat melayani secara total.
"Tetapi ada kesalahan Anda, pak Pendeta," kata malaikat kepadanya.
"Apa itu Malaikat?" tanya Haposan.
"Kesalahan Anda adalah khotbah Anda yang mengatakan agar 'kuasailah bumi dengan segala isinya'. Manusia berhak menguasai bumi dan segala isinya, Anda khotbahkan dengan semangat berapi-api. Akibatnya, jemaat menebangi pohon-pohon di sekitar Danau Toba hingga gundul," kata malaikat itu.
Tidak berhenti sampai di situ, lagi katanya, "Kawasan sekitar Danau Toba gundul, sedimentasi terus menerus terjadi di Danau Toba, hingga terjadi pendangkalan."
Masih berlanjut lagi, kata malaikat itu kepada Haposan, "Anda sebagai pemimpin, sejatinya mengajarkan bahwa alam adalah ciptaan Tuhan yang sempurna, maka manusia bisa menguasainya untuk tujuan menjaga kesempurnaan ciptaan Tuhan itu."
Masih belum berhenti juga, lagi katanya, "Si Parman memang jarang kebaktian ke gereja, tetapi si Parman memuji Tuhan dari hatinya sambil memberi makan ternaknya. Kotoran hewan peliharaannya digunakan untuk memupuk tanaman dan pohon-pohon. Karena pohon-pohon si Parmanlah kampung kalian masih sejuk."
"Tapi malaikat, pengajaran seperti itu tidak saya dapatkan ketika di bangku kuliah," protes Haposan. Kemudian malaikat menjawab, "Karena itulah hampir semuanya dosen Anda ada di lantai satu."
Dianggit oleh Gurgur Manurung untuk Inspirasiana. (Ed: TT)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H