Mungkin berpisah darinya adalah hal yang sulit. Sangat sulit. Begitu sulit.Â
Tapi, untuk satu kata, WARAS, aku mulai membuang semua barang-barang yang memantik kenanganku bersamanya, memblokir semua akses yang dapat menghubungkanku dengannya, kembali membuka diriku untuk keluargaku, Ayah ibuku, saudaraku, dan teman-temanku.
Menjalin kembali relasi bersama teman yang lama tak kusapa, meluangkan waktu untuk beraktivitas  bersama orang-orang di dekatku, dan mengembalikan kembali tenagaku yang telah terkuras saat bersamanya.Â
****
Pernahkah kita mendapati situasi seperti Sobat kita di atas? Keluar dari hubungan toksik memang tidak mudah.Â
Mungkin, barang-barang yang membawa kenangan tersebut sudah kita musnahkan. Mungkin, semua akses yang menghubungkan kita dengan orang yang menyakiti kita telah kita tutup.Â
Namun, satu hal yang tidak dapat kita pungkiri, adalah bilamana pikiran-pikiran yang seharusnya bukanlah hal yang penting lagi, kini hadir menghiasi batin kita.Â
Mengatasi perasaan sedih karena "kehilangan", ketakutan untuk menjalin hubungan baru, takut bilamana peristiwa tidak mengenakkan akan terulang, mengatasi semuanya itu tidaklah semudah kita membuang barang-barang kenangan mantan.
Pikiran datang tanpa dapat kita kendalikan. Datang dengan tiba-tiba. Tidak dapat kita tolak  atau menghindari. Semakin keras kita menolaknya, maka ia akan semakin mendera. Semua layaknya hukum aksi reaksi.
Sadarilah keberadaannya. Terimalah dengan segala ikhlas. Tidak perlu terburu mencoba mencari makna kehadirannya dalam diri kita. Terima saja. Toh, ia tidak akan tinggal selamanya dalam diri kita. Tidak seterusnya ia akan menetap.Â
Perasaan dan pikiran akan pergi. Ia punya waktu untuk sejenak berkunjung dalam batin kita. Seperti tamu yang singgah, ia akan pergi saat kita melepasnya. Kenali saja ia. Oh, ini sedih; oh ini senang; oh, ini marah; oh, ini kecewa.