Justru banyak juga yang menyeleweng. Misalnya; mereka mempermainkan pelaporan sehingga berdampak pada proses terhambatnya pencairan dana, mengintimidasi warga agar memilih jenis rumah tertentu, kongkalingkong dengan aplikator, tidak melakukan monitoring proses pembangunan hunian dan lain sebagainya.
Sementara itu, aplikator nakal banyak berseliweran di dusun. Praktiknya beraneka ragam; biasanya diawali dengan rayuan maut dan janji manis. Setelah warga menerima tawarannya dan proyek mulai jalan, aplikator berulah; diantaranya, bangunan tak sesuai spesifikasi dan kemudian harus di bongkar lagi, aplikator membawa lari duit anggaran hunian warga, dan banyak kasus lainnya.
Selain masalah diatas, persoalan yang krusial adalah tentang data. Hingga hari ini persoalan data tak kunjung selesai: ada data yang dobel, ada kasus antara data yang diusulkan dari warga berbeda dengan data rencana implementasi pemerintah, anak dibawah umur mendapat bantuan hunian dan lain-lain.
Tahapan implementasi dukungan hunia yang lambat juga menjadi masalah. Pemerintah mendesain termin pencairan dukungan hunian secara bertahap. Di KLU tahapannya sampai 25. Padahal hingga agustus yang sudah mendapatkan kejelasan dan secara administratif telah siap, baru sampai tahap 21.Â
Masalah yang tak kalah penting adalah: bagaimana kelanjutan program rehab-rekon pasca bulan agustus , dikarenakan sudah menjadi rahasia umum bahwa dana siap pakai (DSP) dari pemerintah durasi waktunya hanya sampai akhir agustus tahun ini.
Yah, begitulah. Banyak sih masalah lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H