Untuk lebih merepresentasikan rakyat, maka disamping dipilih oleh seluruh anggata MPR yang menurut hasil Pemilu 2019 jumlahnya 711 orang (dengan rincian anggota DPR sebanyak 575 orang dan angggota DPD sebanyak 136 orang), hak suara untuk memilih presiden juga bisa diberikan kepada seluruh kepala daerah aktif di tingkat provinsi (gubernur) hingga kabupaten/kota (bupati/walikota).
Kenapa?
Secara hierarki presiden sebagai kepala pemerintahan adalah atasan dari kepala daerah dan bagaimanapun juga kepala daerah adalah perwakilan pemerintah pusat di daerah sehingga kepala pemerintah pusat (presiden) harus mendapat  'legitimasi' dari para kepala daerah agar terjadi sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah.
Dengan jumlah anggota MPR sebanyak 711 orang, gubernur 34 orang, dan bupati dan walikota 514 orang maka jumlah total anggota MPR ditambah kepala daerah yang memiliki hak suara untuk memilih presiden menjadi 1.259 suara. Jumlah yang cukup representatif jika dibandingkan dengan jumlah anggota MPR yang 'hanya' 711 orang.
Ditingkatkan artinya usulan calon presiden oleh anggota DPR, DPD dan mungkin juga forum kepala daerah harus melalui uji publik untuk melihat rekam jejak masing-masing bakal calon presiden. Jika tidak lolos uji publik, maka bakal calon akan deliminasi dan bisa diganti. Mekanisme uji publik dapat diatur kemudian.
Ditingkatkan juga bisa berarti bahwa proses pemilihan presiden bisa dilakukan melalui mekanisme e-voting (pemilihan elektronik) sehingga hasil real quick count-nya bisa diperoleh dalam hitungan jam.
Anggota MPR dapat memilih di gedung MPR/DPR sedangkan kepala daerah memilih di KPU Provinsi/Kabupaten/Kota masing-masing atau jika infrastruktur di beberapa KPU kabuputen/kota belum memadai, bupati dan walikota bisa memilih di KPU provinsi. Atau jika tingkat kepercayaan masyarakat sudah tinggi terhadap penggunaan IT, kepala daerah dapat memanfaatkan sistem mobile-voting, memilih menggunakan smartphone seperti diuraikan di atas.
Dengan pemilihan presiden menggunakan sistem perwakilan yang diperluas dan ditingkatkan ini maka diharapkan lagi tidak ada lagi gejolak dan tindakat anarkis di tengah-tengah masyarakat. Kelebihan lainnya tidak dibutuhkan lagi lembaga survei untuk melakukan Quick Count pemilihan presiden. Quick Count dari berbagai lembaga survei kredibel masih dapat dilakukan untuk pemilu legislatif dan pemilukada.
Demikian catatan penting pemilihan umum presiden 2019. Semoga bermanfaat untuk peningkatan kualitas demokrasi di salah satu negara demokrasi terbesar di dunia ini.
Tulisan tentang Pemilu Tidak Langsung dapat dibaca pada artikel penulis di Kompasiana dengan judul  Meninjau Kembali Pilpres Langsung atau pada tautan bit.ly/PilpresLangsung (ins.saputra)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H