"Lho, anda tahu tidak, kalau program KB ini program nasional?"
"Anda tahu pentingnya KB?"
"Kalau saja ada dokter Piktor di sini, habis kamu!"
Lah? Saya bengong dengan kata-kata mereka yang berapi-api itu. Saya seperti dikerubungi sosok-sosok ajaib yang asal main ancam dan mengintimidasi. Memangnya salah saya apa ya? Beberapa diantara kata-kata mereka tak sempat saya jawab satu persatu. Karena sambung-menyambung dan tidak menyisakan ruang untuk dijawab. Di hadapan saya sama sekali tak terlihat sosok profesional yang sedang berjuang untuk menolong nyawa manusia lain. Tidak tergambar sama sekali sosok orang-orang yang sedang memperjuangkan meningkatnya penggunaan kontrasepsi, orang-orang yang katanya rekan seprofesi yang harusnya saling menghormati.
Mereka menjelma menjadi sosok arogan yang sedang menyantap hidangan lezat di kandang mereka sendiri. Orang-orang congkak yang bahkan tidak menganalisa situasi. Saya tiba-tiba teringat dengan pengalaman-pengalaman lalu ketika merujuk pasien dan mendapat penyambutan serupa dengan sekarang ini di RS ini. Juga pengalaman teman-teman saya.
Biasanya jika diperlakukan seperti ini, teman-teman saya sesama bidan, sebagian besar dari kami hanya akan terdiam, dan membeku. Siapa yang tidak akan kehilangan suara dicerca sedemikian rupa dengan banyak kata yang menyudutkan?
Okey. Dengan suara bergetar menahan kesal, saya coba menjelaskan lagi situasinya.
"Pasien ini tidak pernah memeriksakan kehamilannya pada saya. Jadi saya tidak bertanggungjawab atas keputusannya. Dan kalaupun saya bidannya. Dan kita semua. Apapun pilihan pasein itu harus kita hormati. Kita tidak bisa memaksakan kehendak kita pada pasien, bukan?!"
Alamak. Statement saya semakin memanaskan suasana. Mereka ramai-ramai "menyerbu" saya.
"Oh. Berarti anda tidak mendukung program nasional!"
"Anda bidan tapi malah menyarankan pasien tidak KB. Bidan apa ini?"