Lebih baik jangan hanya mengeluh, tapi lakukan hal kecil seperti adaptasi dan tindakan kecil yang kreatif untuk mengubah perspektif negatif tentang hidup dan alam ini | Ino Sigaze.
Manusia adalah makhluk yang tidak pernah berhenti untuk mencari keseimbangan, tetapi ironisnya, ia sering kali terjebak dalam lingkaran keluhan.Â
Panas panjang yang memuncak dari bulan Agustus hingga November 2024, diikuti oleh hujan yang mengguyur bumi di awal Desember, menjadi ilustrasi nyata dari fenomena ini.Â
Panas membuat banyak orang mengeluh, tetapi ketika hujan datang, keluhan kembali bergema. Pertanyaan yang patut direnungkan adalah, mengapa manusia suka mengeluh? Apa yang mendasari kebiasaan ini?
Psikologi di Balik Keluhan
Menurut penelitian, keluhan adalah bagian dari respons manusia terhadap situasi yang dirasa tidak sesuai dengan harapannya. Dalam bukunya "The Paradox of Choice: Why More Is Less" (Schwartz, 2004, New York: Harper Perennial, hlm. 45), Barry Schwartz menjelaskan bahwa keluhan sering kali muncul dari ekspektasi yang tidak realistis atau dari pilihan yang terlalu banyak.Â
Ketika ekspektasi ini tidak terpenuhi, manusia cenderung merasa frustrasi, lalu meluapkannya melalui keluhan.
Studi lain yang dilakukan oleh Robin Kowalski dalam bukunya "Complaining, Teasing, and Other Annoying Behaviors" (2003, New Haven: Yale University Press, hlm. 102), menyatakan bahwa keluhan juga merupakan mekanisme untuk mencari perhatian dan validasi dari lingkungan sosial.Â
Dengan mengeluh, seseorang berharap mendapat pengakuan bahwa ketidaknyamanannya adalah sah dan layak diperhatikan.Â
Demikian juga, dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang tidak berpendidikan saja biasa mengatakan bahwa keluhan itu sendiri tidak akan mengubah keadaan hidupmu.
Keluhan Sebagai Cerminan Ketidakpuasan (Unzufrieden)