Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sulit Mengampuni dan Bersyukur, Menelisik Akar Masalah dan Solusinya

11 Desember 2024   22:26 Diperbarui: 12 Desember 2024   08:16 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sulit Mengampuni dan Bersyukur, Menelisik Akar Masalah dan Solusinya | Sumber: Freepik

Menurut Robert Emmons, seorang ahli psikologi yang mendalami studi tentang syukur, manusia memiliki kecenderungan untuk melihat hidup secara negatif karena "negativity bias" atau bias negatif. 

Hal ini menyebabkan seseorang lebih mudah mengingat pengalaman buruk daripada yang baik.

Emmons juga mencatat bahwa dalam dunia modern yang kompetitif, orang cenderung membandingkan diri mereka dengan orang lain yang terlihat lebih sukses. 

Akibatnya, rasa syukur menjadi sulit tumbuh karena fokus terpusat pada apa yang belum dicapai.

Faktor trauma juga memainkan peran dalam kesulitan bersyukur. Menurut penelitian Bren Brown, ketidakmampuan bersyukur sering kali terkait dengan rasa takut kehilangan. 

Orang yang pernah mengalami kehilangan besar cenderung merasa sulit untuk mengapresiasi hal-hal baik karena takut itu juga akan hilang.

Dampak dan Solusi

Ketidakmampuan untuk mengampuni dan bersyukur dapat berdampak buruk pada kesehatan mental. Penelitian menunjukkan bahwa dendam berkepanjangan dapat meningkatkan risiko stres kronis, kecemasan, dan depresi. 

Sebaliknya, rasa syukur memiliki efek positif, seperti meningkatkan kebahagiaan dan memperkuat hubungan sosial.

Untuk mengatasi kesulitan ini, langkah pertama adalah memahami bahwa pengampunan dan rasa syukur adalah proses, bukan tujuan instan. 

Worthington menyarankan latihan pengampunan melalui refleksi mendalam dan empati terhadap orang lain. Sementara itu, Emmons merekomendasikan latihan bersyukur melalui jurnal harian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun