Menurut Robert Emmons, seorang ahli psikologi yang mendalami studi tentang syukur, manusia memiliki kecenderungan untuk melihat hidup secara negatif karena "negativity bias" atau bias negatif.Â
Hal ini menyebabkan seseorang lebih mudah mengingat pengalaman buruk daripada yang baik.
Emmons juga mencatat bahwa dalam dunia modern yang kompetitif, orang cenderung membandingkan diri mereka dengan orang lain yang terlihat lebih sukses.Â
Akibatnya, rasa syukur menjadi sulit tumbuh karena fokus terpusat pada apa yang belum dicapai.
Faktor trauma juga memainkan peran dalam kesulitan bersyukur. Menurut penelitian Bren Brown, ketidakmampuan bersyukur sering kali terkait dengan rasa takut kehilangan.Â
Orang yang pernah mengalami kehilangan besar cenderung merasa sulit untuk mengapresiasi hal-hal baik karena takut itu juga akan hilang.
Dampak dan Solusi
Ketidakmampuan untuk mengampuni dan bersyukur dapat berdampak buruk pada kesehatan mental. Penelitian menunjukkan bahwa dendam berkepanjangan dapat meningkatkan risiko stres kronis, kecemasan, dan depresi.Â
Sebaliknya, rasa syukur memiliki efek positif, seperti meningkatkan kebahagiaan dan memperkuat hubungan sosial.
Untuk mengatasi kesulitan ini, langkah pertama adalah memahami bahwa pengampunan dan rasa syukur adalah proses, bukan tujuan instan.Â
Worthington menyarankan latihan pengampunan melalui refleksi mendalam dan empati terhadap orang lain. Sementara itu, Emmons merekomendasikan latihan bersyukur melalui jurnal harian.Â