Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Sentuhan Asing, Apresiasi Lokal: Menelusuri Jejak YouTuber Asing di Indonesia

28 September 2024   05:52 Diperbarui: 2 Oktober 2024   03:51 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apresiasi yang diberikan masyarakat Indonesia sangat besar, terutama terhadap karya-karya dari luar negeri. 

Bahkan kini, banyak anak muda yang mulai berbicara dengan campuran bahasa Indonesia dan Inggris dalam satu kalimat.

Generasi Z menjadi salah satu sasaran utama YouTuber asing, dengan selera yang semakin global. 

Tidak mengherankan jika YouTuber asing merasa bangga ketika karya mereka diterima dengan antusias oleh masyarakat kita.

Budaya apresiasi ini sedang tumbuh, dan ini menjadi perhitungan penting bagi para kreator konten internasional.

5. Masyarakat Indonesia Memiliki Semangat Memperkenalkan Budaya

Keanekaragaman budaya dan peradaban Indonesia menjadi daya tarik tersendiri bagi YouTuber asing. 

Bagi mereka, Indonesia adalah ladang yang kaya akan keunikan yang belum sepenuhnya digarap.

Ada simbiosis yang saling menguntungkan di sini: YouTuber asing menyukai hal-hal baru, sementara masyarakat Indonesia bangga mempromosikan budayanya yang unik kepada dunia luar.

Namun, ada jebakan dalam tren ini. Ketika kita melihat sesuatu dengan cara yang salah tanpa etika yang benar, apresiasi kita bisa berubah menjadi negatif, bahkan menjadi bahan perundungan.

Dengan demikian, kehadiran YouTuber asing harus dilihat dalam dua dimensi: pertama, sebagai tantangan agar masyarakat kita semakin kritis dan tidak sekadar menyukai tanpa mempertimbangkan makna. 

Kedua, sebagai pengingat bahwa kita harus menjaga diri dari hoaks dan perundungan, yang bisa merusak martabat kemanusiaan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun