Kebenaran informasi tidak pernah bisa digantikan oleh popularitas kosong, dan penghormatan serta apresiasi sejati haruslah lahir dari hati yang tulus. | Ino Sigaze.
Saat ini, fenomena yang menjadi sorotan penulis adalah realitas tentang para YouTuber asing yang kian marak membuat konten di Indonesia atau tentang Indonesia.
Pilihan tempat dan objek yang mereka angkat selalu memiliki alasan tersendiri; tak ada seorang pun yang terlibat dalam dunia media tanpa perhitungan yang matang.
Keputusan-keputusan itu tentu didasari oleh analisis yang cermat, yang sangat memengaruhi penentuan topik serta lokasi konten mereka.Â
Namun, jika kita menelusuri lebih dalam lagi, gejolak fenomena ini juga ditentukan oleh selera masyarakat Indonesia. Alasan selera masyarakat menjadi faktor dominan di balik semuanya.
Ada beberapa alasan mengapa YouTuber asing memilih Indonesia sebagai ladang kreatif mereka:
1. Masyarakat Indonesia Memiliki Selera terhadap Hal-Hal Asing
Keberagaman budaya bangsa ini, alih-alih membuat masyarakat puas dengan kekayaan lokal, justru mendorong rasa penasaran yang besar terhadap segala sesuatu yang berasal dari luar negeri.
YouTuber asing memahami selera ini sebagai peluang yang menguntungkan. Kehadiran mereka selalu membawa narasi yang berbeda: wajah yang asing, bahasa yang tidak biasa, dan pendekatan yang sepenuhnya baru.
Daya tarik ini mengalir begitu deras karena kecintaan terhadap hal-hal asing telah meresap dalam jiwa masyarakat kita.Â
Bahkan, seorang YouTuber yang hanya mengucapkan Pancasila bisa mendapatkan ribuan "like" dan pengikut baru. Itu semua karena masyarakat kita, tanpa ragu, langsung terkesima.
2. Kebanggaan Semu di Kalangan Masyarakat
Kebanggaan ini bersifat semu karena orang Indonesia cenderung merasa sangat bangga jika bisa berfoto bersama orang asing, meski tanpa interaksi yang berarti.
Saya sendiri pernah merasakan euforia serupa, dan tak terhitung banyaknya orang yang mengalami hal yang sama. Kita merasa hati berbunga-bunga hanya dengan selembar foto, sementara si orang asing mungkin hanya merasakan itu sebagai hal biasa.
Bagi mereka yang pernah hidup di tengah-tengah orang asing, rasa penasaran ini akan memudar, kecuali jika ada alasan pribadi atau profesional yang mendasarinya.
3. Penikmat Karya YouTuber Asing Kadang Kurang Kritis
Masyarakat Indonesia dikenal bisa menikmati apa saja yang disajikan oleh YouTuber asing, bahkan ketika mereka hanya mencoba berbicara dalam bahasa Indonesia.
Beberapa video yang hanya berisi ajakan untuk menyebut kata-kata kurang sopan pun bisa ditonton berkali-kali. Bahkan saat salah ucap, tetap saja menarik perhatian.
Di Eropa, kesalahan semacam itu mungkin tidak akan dianggap sebagai bahan guyonan.Â
Selain itu, mereka juga sangat ketat dalam menjaga privasi, berbeda dengan di Indonesia, di mana orang lebih santai, bahkan senang saat difoto bersama orang asing.
Namun, ada hal yang perlu kita renungkan: bagaimana kita menghadapi fenomena viral yang seringkali tidak memiliki substansi, serta bagaimana kita melawan derasnya arus hoaks di tengah persaingan konten antara YouTuber asing dan lokal?
4. Masyarakat Indonesia Gemar Berkomentar dan Memberi Apresiasi
Apresiasi yang diberikan masyarakat Indonesia sangat besar, terutama terhadap karya-karya dari luar negeri.Â
Bahkan kini, banyak anak muda yang mulai berbicara dengan campuran bahasa Indonesia dan Inggris dalam satu kalimat.
Generasi Z menjadi salah satu sasaran utama YouTuber asing, dengan selera yang semakin global.Â
Tidak mengherankan jika YouTuber asing merasa bangga ketika karya mereka diterima dengan antusias oleh masyarakat kita.
Budaya apresiasi ini sedang tumbuh, dan ini menjadi perhitungan penting bagi para kreator konten internasional.
5. Masyarakat Indonesia Memiliki Semangat Memperkenalkan Budaya
Keanekaragaman budaya dan peradaban Indonesia menjadi daya tarik tersendiri bagi YouTuber asing.Â
Bagi mereka, Indonesia adalah ladang yang kaya akan keunikan yang belum sepenuhnya digarap.
Ada simbiosis yang saling menguntungkan di sini: YouTuber asing menyukai hal-hal baru, sementara masyarakat Indonesia bangga mempromosikan budayanya yang unik kepada dunia luar.
Namun, ada jebakan dalam tren ini. Ketika kita melihat sesuatu dengan cara yang salah tanpa etika yang benar, apresiasi kita bisa berubah menjadi negatif, bahkan menjadi bahan perundungan.
Dengan demikian, kehadiran YouTuber asing harus dilihat dalam dua dimensi: pertama, sebagai tantangan agar masyarakat kita semakin kritis dan tidak sekadar menyukai tanpa mempertimbangkan makna.Â
Kedua, sebagai pengingat bahwa kita harus menjaga diri dari hoaks dan perundungan, yang bisa merusak martabat kemanusiaan kita.
Salam berbagi, Ino, 28.09.2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI