Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perpustakaan Pribadi dan Perspektif Baru di Awal Tahun Ajaran

25 Juli 2024   05:40 Diperbarui: 26 Juli 2024   02:54 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpustakaan Pribadi dan Perspektif Baru di Awal tahun Ajaran | Foto: Ino Sigaze.

Cakrawala cara berpikir dan perubahan bangsa ini sangat tergantung pada seberapa gairahnya generasi ini menentukan pilihannya untuk belajar dari sumber-sumber ilmu yang membawanya kepada kebenaran | Ino Sigaze.

Beberapa minggu ini, para guru dari sekolah-sekolah di sekitar kecamatan Paga telah beberapa kali meminta saya merayakan upacara misa awal tahun ajaran 2024/2025.

Momen perjumpaan itu bagi saya adalah momen penting untuk berbicara tentang tema-tema edukasi, buku, cakrawala, perpustakaan, dan literasi.

Mengapa tema-tema itu perlu disoroti? Nah, ada beberapa pertimbangan yang menjadi latar belakang alasannya.

1. Tema tentang perpustakaan, cakrawala, dan literasi berhubungan dengan manusia yang berbudi baru

Bukan soal baru lagi jika orang mengatakan sumber daya manusia (SDM) itu sangat penting dalam upaya mencapai kemajuan suatu bangsa.

Apapun namanya, transformasi dan perubahan, baik itu diri sendiri maupun sosial, umumnya tetap saja membutuhkan sentuhan dari buku, literasi, dan urusan cakrawala cara berpikir.

Dalam arti ini, manusia tidak akan pernah mencapai suatu kemajuan yang luar biasa tanpa ada koneksi yang intensif dengan basis ilmu pengetahuan sebagai sumbernya.

Dalam perspektif seperti itulah tulisan ini coba mengajak para dosen, guru, mahasiswa, dan siswa-siswi untuk memiliki perspektif baru di awal tahun ajaran ini.

Awal tahun ajaran bukan soal perlengkapan alat tulis kantor (ATK) yang harus dilengkapi, tetapi pertama-tama adalah konsep dan cara berpikir yang positif tentang perpustakaan, buku, dan dunia literasi.

Iklim kampus dan rumah pendidikan akan menjadi berbeda ketika konsep dasar tentang hubungan tidak terpisahkan antara subjek dengan sumber ilmu pengetahuan ini dimiliki oleh semua civitasnya.

2. Perpustakaan itu bagaikan fondasi ilmu

Dalam ranah ilmu pengetahuan, orang tidak bisa hidup dalam pengandaian bahwa perkembangan ilmu pengetahuan itu semata-mata terjadi secara otomatis berkat kontak sosial dalam keseluruhan proses belajar mengajar.

Hal ini karena kontak sosial selalu memiliki ruang yang terbatas pada kenikmatan hobi dan pilihan, selera dan tren zaman, sedangkan buku-buku umumnya merupakan kajian dan pengalaman bijak, inspirasi, dan sorotan kritis manusia yang bisa dipertanggungjawabkan secara nalar.

Oleh karena itu, jika di awal tahun ajaran itu sendiri orang kehilangan gairah untuk bersentuhan dengan buku dan perpustakaan, maka sebenarnya orang sudah kehilangan roh sebagai seorang ilmuwan.

Dalam hal ini, saya ingin mengatakan di awal tahun ajaran siapa saja yang bersentuhan dengan dunia pendidikan perlu menyadari hubungan itu dan perlu adanya refleksi dan upaya perubahan konsep cara berpikir tentang ketergantungan pada buku dan dialektika tanpa batas antara pendidikan, literasi, dan buku itu sendiri.

3. Perpustakaan itu rahim ilmu yang menepis hoaks

Dunia kita saat ini dengan segala macam tren perkembangan teknologi komunikasi telah begitu jauh menyeret banyak orang pada hilangnya kesadaran tentang perpustakaan sebagai rahim ilmu.

Bagi saya, pilihan untuk membaca sebuah buku sama dengan masuk kembali kepada ruang kesadaran tentang rahim yang memiliki keterbukaan tanpa batas pada ilmu dan perkembangan cakrawala berpikir manusia.

Buku itu seperti rahim manusia. Pada buku, orang menemukan gagasan-gagasan dan konsep berpikir, tetapi juga orang menemukan kelemahan cara berpikir dari masing-masing penulis.

Meskipun demikian, orang tidak boleh lupa bahwa dari kekurangan itulah pembaca diberikan kesempatan belajar untuk menyempurnakan diri sendiri dan mengoreksi dirinya.

Jadi, sebenarnya tidak ada yang namanya sia-sia jika ada satu perjumpaan di awal tahun ajaran ini dengan sebuah buku misalnya.

Semestinya orang tidak boleh menyesal jika menemukan satu barisan kalimat yang dieja secara salah dalam sebuah buku, ketimbang sama sekali tidak menyentuh buku.

Pilihan untuk membaca buku adalah pilihan untuk memasuki pintu kebenaran dan bukan pilihan pada hoaks.

Salam berbagi, Kamis, 25 Juli 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun