Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Liberalisasi Sistem Parliamentary Threshold, Tantangan Integritas dan Stabilitas Politik

7 Maret 2024   04:00 Diperbarui: 8 Maret 2024   10:51 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Liberalisasi sistem parliamentary threshold, tantangan integritas dan stabilitas politik | Dokumen pribadi oleh Ino Sigaze.

Liberalisasi sistem parliamentary threshold hanya merupakan penopang budaya massal yang menyingkirkan budaya berpikir kritis dengan kualitas integritas yang terpuji | Ino Sigaze.

Sorotan topik paling menantang pasca Pemilu 2024 ini tentu saja tentang ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang sebelumnya telah mempunyai regulasi sendiri dan kini dihapus. 

Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 menjadi pijakan analisis tulisan ini, atas dasar pertimbangan seperti apa Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan kembali gugatan terkait abang batas parlemen 4 % yang telah berlaku sebelumnya pada 29 Februari 2024 lalu?

Gugatan itu mengindikasikan tren penghapusan parliamentary threshold untuk perjalanan demokrasi di negeri ini selanjutnya. Apakah penghapusan itu dianggap paling baik sebagai langkah awal menuju kebebasan demokrasi?

Catatan yang gamblang dilihat dan dibaca publik saat ini jelas sekali bahwa penghapusan ambang batas itu menjadi pintu masuk menuju proses liberalisasi sistem ambang batas parlemen di negeri ini.

Liberalisasi sistem Parliamentary Threshold

Latar belakang penerimaan gugatan terhadap ambang batas parlemen itu bisa saja bermacam-macam, namun sebaiknya orang tidak boleh hanya dengan mudah berpikir bahwa liberalisasi sistem ambang batas parlemen itu menjadi jalan tol mencapai kesempurnaan demokrasi dan kemajuan bangsa ini.

Memang benar bahwa pada satu sisi liberalisasi sistem parliamentary threshold sama dengan membuka kemungkinan partisipasi partai politik sebanyak-banyaknya, namun pada sisi yang lain tidak bisa dihindari bahwa konsekuensi logis dari liberalisasi sistem itu sendiri adalah penurunan kualitas dan integritas.

Belum lagi kalau dihitung dari sisi ongkos politik sudah pasti berdampak lurus dari jumlah partisipasi partai politik. Tentu saja bukan cuma itu, logikanya menjadi seperti ini, jika partai itu semakin banyak, maka semakin membingungkan rakyat.

Muara dari kebingungan masyarakat di TPS misalnya berdampak pada manajemen resiko-resiko gagal yang tidak bisa dihindari. Coba bayangkan saja kalau ratusan calon legislatif dan pemilih harus membuka kertas suara berlembar-lembar. Waktu tersita dan uang terkuras pasti akan menjadi kenyataan yang tidak terhindarkan.

Jadi liberalisasi sistem parliamentary threshold itu hanya membuka kemungkinan partisipasi tanpa peduli pada efektivitas, integritas dan kualitas berpolitik. Sistem parliamentary threshold itu bukan sebagai peluang afirmasi untuk bebas dari non-involvement.

Tantangan Integritas Parlemen

Konsep tentang integritas merujuk pada kualitas moral dari kesatuan yang utuh, terutama dalam konteks perilaku yang jujur, dan konsisten. 

Prinsip integritas ini tentu saja melibatkan konsistensi antara nilai-nilai, tindakan, prinsip, dan komitmen seseorang. Seseorang yang memiliki integritas dianggap memiliki kesetiaan yang kuat terhadap nilai-nilai etis dan moral, serta bertindak sesuai dengan nilai-nilai tersebut dalam segala situasi. 

Integritas juga sering kali dihubungkan dengan kejujuran, ketulusan, dan keberanian untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar, bahkan jika itu sulit atau tidak populer.

Nah dalam konteks ambang batas parlemen, integritas itu sangat dibutuhkan untuk menopang bobot dan kualitas demokrasi di republik ini.

Hal ini sangat penting, karena jika sistem ambang batas parlemen itu tidak diperhatikan dengan batasan-batasan tertentu, maka chaos politik akan menjadi kenyataan yang selalu memperkeruh suasana kehidupan berbangsa.

Tentu saja anak bangsa ini tidak menginginkan nilai keutuhan bangsa digadaikan dengan chaos politik hanya karena atas nama liberalisasi sistem parliamentary threshold.

Stabilitas Politik Tanah Air

Stabilitas politik merujuk pada kondisi di mana sebuah negara atau sistem politik mampu menjaga ketertiban, keamanan, dan kontinuitas dalam fungsi-fungsi pemerintahan tanpa gangguan yang signifikan atau perubahan yang drastis dalam kebijakan atau struktur politiknya. 

Konsep tentang stabilitas politik dapat tercermin dalam berbagai indikator, seperti ketidakberadaan konflik politik yang besar, kepatuhan terhadap aturan hukum, pengakuan terhadap otoritas pemerintah, dan kontinuitas kebijakan publik. 

Dalam hal ini, stabilitas politik menjadi faktor penting dalam pembangunan ekonomi, investasi, dan kesejahteraan sosial, karena menciptakan lingkungan yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan.

Apapun kebijakan yang ada terkait ambang batas parlemen tentu saja berujung pada rujukan kondisi bangsa yang lebih aman dan sejahtera. 

Evaluasi, analisis dan kajian-kajian perspektif harus dibuat sekian dalam, supaya prediksi dan konstruksi buruk sebagai konsekuensi logis dari liberalisasi sistem parliamentary threshold tidak mencapai puncak kenyataannya.

Catatan Kritis: Budaya Massal dan Abstraksi

Tanpa banyak disadari oleh tuntutan banyak pihak yang berkehendak membuka ruang kebebasan ambang batas parlemen ini, sebenarnya liberalisasi itu sendiri dekat dengan afirmasi budaya massal.

Budaya massal selalu mungkin lepas dari kendali dan kritisi ketat terkait kontrol konseptual dan gagasan-gagasan yang menopang keutuhan bangsa ini.

Hal ini semakin dimungkinkan karena dalam keadaan "Massal" orang tidak bisa menemukan sebuah abstraksi dari landasan konsep yang ada dibalik kepentingan partai-partai politik.

Dalam hal ini, budaya massal itu sendiri mengajarkan kepada publik tentang cara membungkus kepentingan dalam bingkisan hidden agenda.

Nah, jika itu yang terjadi, maka di negara ini tidak bisa lagi orang berbicara tentang transparansi. Oleh karena itu, pembatasan keterlibatan secara politis selalu lebih efektif daripada massal tanpa abstraksi konsep dan gagasan.

Salam berbagi, Ino, 7 Maret 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun