Apapun kebijakan yang ada terkait ambang batas parlemen tentu saja berujung pada rujukan kondisi bangsa yang lebih aman dan sejahtera.Â
Evaluasi, analisis dan kajian-kajian perspektif harus dibuat sekian dalam, supaya prediksi dan konstruksi buruk sebagai konsekuensi logis dari liberalisasi sistem parliamentary threshold tidak mencapai puncak kenyataannya.
Catatan Kritis: Budaya Massal dan Abstraksi
Tanpa banyak disadari oleh tuntutan banyak pihak yang berkehendak membuka ruang kebebasan ambang batas parlemen ini, sebenarnya liberalisasi itu sendiri dekat dengan afirmasi budaya massal.
Budaya massal selalu mungkin lepas dari kendali dan kritisi ketat terkait kontrol konseptual dan gagasan-gagasan yang menopang keutuhan bangsa ini.
Hal ini semakin dimungkinkan karena dalam keadaan "Massal" orang tidak bisa menemukan sebuah abstraksi dari landasan konsep yang ada dibalik kepentingan partai-partai politik.
Dalam hal ini, budaya massal itu sendiri mengajarkan kepada publik tentang cara membungkus kepentingan dalam bingkisan hidden agenda.
Nah, jika itu yang terjadi, maka di negara ini tidak bisa lagi orang berbicara tentang transparansi. Oleh karena itu, pembatasan keterlibatan secara politis selalu lebih efektif daripada massal tanpa abstraksi konsep dan gagasan.
Salam berbagi, Ino, 7 Maret 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H