Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Frugal Living di Tengah Bayangan Perubahan Iklim: Perspektif Masyarakat Adat dan Tantangan Perencanaan

27 Januari 2024   06:13 Diperbarui: 27 Januari 2024   17:01 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Frugal iving di tengah bayangan perubahan iklim perlu menjadi topik diskusi kita saat ini. Mari bicara agar masyarakat tidak terlambat mengubah mental dan cara hidup tanpa perencanaan| Ino Sigaze.

Topik frugal living muncul kembali dalam sesi khusus yang disajikan oleh Kompasianer Novrita Savitri di awal tahun 2024 ini. Kemunculan topik ini bagi saya sangat menarik dan relevan.

Frugal living kali ini dibahas dalam satu aksen refleksi yang sangat menantang karena dihubungkan dengan perencanaan. Secara spesifik, tulisan ini coba mengkaji lebih dalam terkait frugal living dalam konteks masyarakat adat.

Apakah mungkin masyarakat dengan basis kehidupan mereka yang tidak terpisahkan dari adat istiadat itu menganut prinsip frugal living dengan visi perencanaan yang matang?

Sebelum membahas frugal living, perencanaan, dan tantangan masyarakat adat, kita perlu mengetahui konteks umum yang menjadikan frugal living relevan saat ini.

Konteks Perubahan Iklim Global

Ketidakpastian iklim saat ini sudah menunjukkan dengan jelas bahwa akan berdampak pada ketidakpastian ekonomi masyarakat. Hampir di seluruh provinsi, orang mengeluh dan protes tentang hal yang sama, yaitu kurangnya curah hujan dan peningkatan suhu panas setiap hari.

Hujan di bulan Desember 2023 lalu memberikan semangat kepada sekian banyak petani untuk menabur benih pada kebun mereka, namun selama dua minggu tidak turun hujan sama sekali.

Benih tetap tertinggal di dalam tanah tanpa tumbuh, demikian juga tanaman yang sudah tumbuh, ternyata kembali mengering dan mati. Apa yang bisa diharapkan oleh para petani saat ini?

Sudah begitu tidak pastinya kehidupan para petani saat ini, mereka juga tidak bisa menghindari diri dari gencatan adat yang terus menuntut mereka, hingga berhutang dan memilih jalan perantauan tanpa menyadari arti frugal living dengan perencanaan yang baik.

Frugal Living di Mata Masyarakat Adat

Apa artinya hidup sederhana bagi masyarakat penganut adat istiadat warisan para leluhur mereka? Frugal living atau hidup sederhana bagi mereka adalah hidup seadanya sambil tetap memenuhi kewajiban adat istiadat mereka.

Jika mereka ditanya mengapa harus terlihat susah, tetapi pengeluaran dalam urusan adat begitu besar, mereka akan menjawab bahwa kehidupan seperti itu bukan cuma baru sekarang.

Sejak dulu kala, mereka telah dibentuk oleh alam berpikir kultural yang lengket dengan adat istiadat, bahkan mereka percaya bahwa kesetiaan mereka pada adat istiadat para leluhur mereka akan membawa berkat bagi kehidupan mereka saat ini.

Itulah keyakinan budaya yang cukup kuat memengaruhi cara pandang masyarakat adat di Flores, misalnya. Meskipun ini telah menjadi sebuah keyakinan budaya, terasa sekali bahwa gaya hidup yang memprioritaskan adat istiadat itu belum bisa akrab dengan frugal living dan perencanaan.

Perbedaan Konsep tentang Perencanaan

Bagi masyarakat adat, perencanaan terjadi dalam forum adat dan berlangsung begitu formal. Detail perencanaan yang penting bagi mereka bukan hanya soal perencanaan hidup dan masa depan, tetapi perencanaan untuk pemenuhan tuntutan adat.

Rencana untuk pemenuhan tuntutan adat itu memiliki biaya besar, bahkan lebih besar dari perencanaan untuk hidup hari ini dan masa depan.

Masyarakat modern lebih memikirkan konsep perencanaan terkait hidup hari ini dan masa depan (Zukunft), seperti pendidikan anak-anak mereka, menyewa rumah di kota untuk melancarkan usaha atau bisnis mereka, menabung, dan asuransi kesehatan keluarga, dan sebagainya.

Sementara itu, masyarakat adat selalu lebih fokus pada kepuasan batin karena dianggap mampu memenuhi tuntutan adat mereka. Tentu saja, pola pikir seperti itu tidak memperhitungkan frugal living.

Frugal Living dan Perencanaan di Tengah Bayangan Perubahan Iklim Global

Semangat hidup sederhana sangat pantas untuk digaungkan sekeras mungkin saat ini, saat alam masih peduli dan bersedia berkompromi dengan kehidupan petani-petani kecil.

Ya, masih ada hujan sesekali, kita masih diberi waktu untuk belajar hidup sederhana dengan perencanaan yang lebih kontemporer dan bukan hanya untuk kepuasan batin semata.

Praktik frugal living perlu menjadi semangat hidup yang didiskusikan secara terbuka dengan masyarakat umumnya dan masyarakat adat khususnya.

Terutama terkait cara membuat perencanaan. Saya masih ingat bagaimana saya pernah berjuang memberikan pemahaman kepada saudara saya yang memiliki satu kebun sayur agar membuat perencanaan sebaik-baiknya.

Sayangnya, mereka tidak bisa hidup dengan gaya perencanaan modern yang perlu didokumentasikan secara tertulis. Itu merupakan masalah terbesar.

Petani sayur tidak bisa rutin mencatat pengeluaran dan pemasukan, penjualan, laku dan yang tidak laku, untung dan rugi. Semuanya dijalankan seturut naluri saja.

Kata-kata seperti manajemen waktu dan manajemen keuangan bagi mereka tampak terlalu asing, padahal hal tersebutlah yang bisa membuat hidup mereka berubah.

Berkali-kali saya mengatakan bahwa tidak ada orang sukses yang mengabaikan prinsip kesederhanaan dan kedisiplinan manajemen waktu dan keuangan.

Dari situ, tampak bahwa semangat frugal living itu akan mudah diadopsi hanya oleh orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik.

Itulah sebuah paradoks di tengah masyarakat kita: Masyarakat yang sulit menerima hidup sederhana dan menolak membuat perencanaan.

Kapan Ada Perubahan Mental?

Perubahan mental tidak bisa terjadi hanya dengan memasarkan semboyan indah dalam bentuk iklan di tengah kancah dunia digital saat ini.

Perubahan mental hanya mungkin terjadi melalui pendidikan yang baik, penyuluhan dengan tujuan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat adat yang perlu dilakukan secara terus-menerus.

Pelatihan dan pembinaan mental dan kesadaran masyarakat adat memang pantas dijadikan prioritas agar masyarakat semakin menyadari betapa pentingnya frugal living dan perencanaan hidup yang direncanakan secara baik.

Literasi dan Frugal Living

Kepada siapa tugas dan tanggung jawab pencerahan ini diberikan untuk mengubah masyarakat kita? 

Tentu saja, jalan yang tercepat dan termurah adalah dengan membangun budaya literasi dengan harapan bahwa masyarakat kita punya waktu untuk membaca dan merenungkan pesan kritis.

Jalan literasi yang dilengkapi dengan narasi kehidupan konkret masyarakat saat ini sebenarnya bisa menjadi panduan bagi kehidupan di tengah zona ketidakpastian perubahan iklim global saat ini.

Salam berbagi, Ino, 27 Januari 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun