Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menafsir Godaan Menurut Immanuel Kant

9 Desember 2023   15:03 Diperbarui: 9 Desember 2023   15:17 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menafsir Godaan menurut Immanuel Kant | Dokumen pribadi oleh Ino Sigaze.

Pikiran positif selalu lebih baik daripada pikiran negatif, apalagi tidak berpikir sama sekali.

Dalam retret akhir tahun para konfrater Karmel Indonesia Timur yang berlangsung pada 4-8 Desember 2023, saya berkesempatan bertemu dengan gagasan Immanuel Kant yang disampaikan oleh P. Leo Kleden SVD. 

Gagasan-gagasan tersebut sangat mendalam, namun disampaikan dengan cara yang sangat sederhana, sehingga sangat membekas dalam ingatan. Ingatan tersebut akhirnya terngiang-ngiang dan memunculkan percikan ide-ide lain.

Ide memiliki kemampuan melahirkan ide baru. Perkembangan ilmu terjadi ketika seseorang membaca dan melihat apa yang tidak diungkapkan dari apa yang sudah diungkapkan. 

Dengan refleksi dan tekanan pemahaman tertentu yang logis dan sederhana, seseorang dapat menciptakan ide baru.

Suatu ketika, ketika pembimbing retret membahas formasi Petrus, godaan juga menjadi topik pembahasan. Godaan yang dibahas bersama kami saat itu adalah Habsucht, Ehrsucht, Herrschsucht yang berpusat pada Ichsucht.

Saya agak terkejut ketika P. Leo Kleden spontan mengatakan bahwa saya lebih tahu daripada yang lain. Saya mendengarnya dan langsung merasa mungkin P. Leo memberi saya tugas untuk mendalami hal tersebut.

Pikiran positif selalu lebih baik daripada pikiran negatif, apalagi tidak berpikir sama sekali. Saya berpikir, maka saya ada -- Cogito Ergo Sum, kata Descartes. 

Oleh karena itu, saya memikirkan godaan Kant, dan saya berpikir bahwa godaan yang besar datang melalui pikiran. Melalui pikiran, seseorang membicarakan segala sesuatu. Mari kita lihat apa yang tidak diungkapkan dalam penggunaan istilah Kant untuk menjelaskan godaan.

Habsucht, Ehrsucht, dan Herrchsucht, jika diklasifikasikan, ketiga godaan tersebut masuk dalam klasifikasi pertama. Klasifikasi pertama tersebut dapat terjadi karena umumnya manusia mudah digoda terkait milik, kehormatan, dan kekuasaan.

Namun, kata Habsucht, Ehrsucht, dan Herrchsucht adalah gabungan atau kompositum dari kata benda dan kata kerja. Dalam bahasa Jerman, gabungan tersebut dapat menjadi kata benda jika ditulis dengan huruf kapital. Namun, kebebasan untuk menafsir kata tersebut tetap terbuka.

Setiap orang dapat merefleksikan kata dan mencari makna dari sebuah kata. Saya melihat bahwa kompositum dalam klasifikasi pertama adalah paduan kata benda dan kata kerja bentuk ketiga tunggal. 

Orang ketiga adalah orang yang kita bicarakan. Dalam alur logika ini, kita dapat melihat bahwa godaan besar dari klasifikasi pertama adalah godaan membicarakan orang lain.

Bukan hanya itu, karena kata "sucht" tidak hanya berarti nafsu, tetapi juga memiliki arti mencari. Orang mencari milik (Habsucht), mencari kehormatan (Ehrsucht), dan mencari kekuasaan (Herrschsucht). Karena kata "sucht" digunakan dengan tekanan yang negatif, tentu saja ada kaitannya dengan kata sifat "suchtig" atau menjadi tergantung. 

Dalam konteks godaan, dapat diformulasikan sebagai berikut: Orang membicarakan orang yang mencari, hanya mencari kekayaan untuk menjadi miliknya sendiri. Dia mencari harta dengan membicarakan orang lain yang sedang mencari harta. 

Ini adalah bentuk pencarian yang sangat eksistensial karena tidak diungkapkan, namun sebagian orang berbicara tentang orang lain. Siapa pun yang berbicara tentang orang lain, sebenarnya juga sedang digoda untuk hal yang sama.

Dia mencari kehormatan di mana-mana. Dia mencari kehormatan untuk dirinya dengan membicarakan orang lain yang mencari kehormatan. 

Jadi, ketika kita mendengar bahwa ada orang yang membicarakan orang lain (orang ketiga), kita tahu bahwa pembicara itu juga bagian dari apa yang sedang dikritiknya. 

Ketika kita berbicara tentang orang lain, sebenarnya kita berbicara tentang diri kita sendiri yang sedang mencari kehormatan. Inilah godaan yang sering membuat banyak orang jatuh setiap hari.

Dia mencari kekuasaan dengan membicarakan orang ketiga yang sedang mencari kekuasaan. Dalam hal ini, apa yang dikatakan seseorang (orang pertama Ich, Wir) tidak dapat terlepas dari hubungannya dengan diri kita sendiri sebagai pembicara. 

Bahkan, saya bisa mengakui seperti ini, sebelum dia dibicarakan bahwa dia sedang digoda untuk memperoleh kekuasaan, saya sudah jatuh dalam godaan kekuasaan itu.

Maka, luar biasa sekali Kant menulis bahwa tiga godaan tersebut bermuara pada ICHsucht. Kompositum tersebut tidak logis. Dalam bahasa Jerman, seharusnya menjadi Ich suche, "saya mencari", tetapi Kant menggunakan bentuk lain untuk menunjukkan sesuatu yang berbeda dan tidak biasa dilihat orang.

Ichsucht dapat berarti saya mencari dengan menggunakan proyeksi orang ketiga pada saat ini. "Sucht" adalah kata kerja bentuk ketiga tunggal sekarang. Kehebatan Kant dalam menggunakan perpaduan kata unik tersebut tentu memiliki tujuan tertentu. 

Bisa saja maksudnya untuk mengungkapkan bahwa Ichsucht adalah saya sedang mencari diri, tetapi saya tidak membicarakan diri saya, melainkan saya mencari diri dengan membicarakan orang lain. Ini adalah kompositum gagasan filosofis yang dapat membuka kesadaran kita tentang hidup berkomunitas.

Hidup berkomunitas memiliki godaan yang luar biasa. Godaan hidup berkomunitas adalah godaan menyembunyikan diri dengan proyeksi orang ketiga. Siapa itu orang ketiga? 

Orang ketiga adalah konfrater yang tidak hadir pada saat ini. Orang ketiga adalah dia yang pernah tidak sependapat dengan saya. Orang ketiga adalah dia yang dibicarakan oleh orang lain. 

Orang ketiga adalah dia yang belum terhubung dalam jaringan kasih persaudaraan. Orang ketiga adalah dia yang tidak sering berkomunikasi dengan saya. Orang ketiga adalah dia yang tidak mengakui saya. 

Orang ketiga adalah dia yang menjadi saingan saya. Orang ketiga adalah pimpinan saya. Orang ketiga adalah anggota komunitas saya. Orang ketiga adalah saudara saya. Orang ketiga adalah diri saya sendiri yang belum diakui.

Oleh karena itu, saya semakin mengagumi Maria karena ia tidak membicarakan orang lain, melainkan membiarkan dirinya diubah oleh orang lain. Maria membiarkan dirinya diubah oleh Tuhan: "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanMu itu" (Lukas 1:38). 

Maria membiarkan orang ketiga bukan sebagai objek untuk dibicarakan, melainkan sebagai pelaku (subjek) untuk dirinya. Dalam ucapan tersebut, Maria telah membebaskan dirinya dari godaan ICHsucht. 

Maria tidak mencari dirinya dengan membicarakan orang ketiga yang terlibat dalam cerita hidupnya, melainkan membiarkan dirinya. Maria menemukan cara terbaik untuk bebas dari godaan ICHsucht. 

Caranya adalah lepas, los habis: Loslassen. Dalam konteks Kant, ini dapat berarti kita membiarkan diri hanya mencari Tuhan, Gottsucht.

Santa Teresa dari Avila menulis dengan sangat baik, "Wer Gott sucht, braucht keine Flgel. Er soll nur still in sein Inneres schauen. Dort wird er ihn finden. Das Innere des Menschen ist wie ein Kristall, in dessen Mitte Gott wie eine alles durchdringende Sonne wohnt. Das Tun des Menschen wird nicht wirksam, wenn seine Taten nicht aus dieser Mitte stammen." 

Artinya, siapa pun yang mencari Tuhan tidak membutuhkan sayap. Dia hanya perlu melihat dengan tenang ke dalam dirinya sendiri. Dia akan menemukannya di sana. 

Bagian dalam diri manusia seperti kristal, di mana di tengah-tengahnya Tuhan tinggal seperti matahari yang meresapi segalanya. Tindakan manusia tidak akan efektif jika tidak berasal dari pusat ini.

Tindakan yang tidak berasal dari Tuhan tentu saja hanya tindakan yang mencari diri sendiri, tindakan yang hanya mencari kekayaan sendiri, kehormatan, dan kekuasaan sendiri. 

Kita perlu menyadari kritikan Kant tersebut, bukan Ichsucht, melainkan Gottsucht. Atau jika dirumuskan dalam bentuk imperatif, "Sucht Gott," carilah Tuhan! Carilah Tuhan, maka kamu akan mengerti bahwa harta, kehormatan, kekuasaan, dan dirimu sendiri hanyalah fana. Carilah Tuhan yang hidup, "sucht den lebenden Gott!"

Salam berbagi, Ino, 9 Desember 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun