Gentrifikasi sekali lagi bukan hanya berurusan dengan aspek ekonomi dan kekayaan wawasan yang dapat dibagikan, melainkan juga tentang keteladanan hidup.
Umumnya, penduduk desa akan secara diam-diam mengamati apa yang positif dari orang-orang yang mengalami gentrifikasi. Ada hal-hal menarik, contohnya, orang dari kota hidup dengan kebiasaan yang disiplin, menjaga kebersihan, dan hemat.
Bagi penduduk desa, hal-hal seperti ini menjadi daya tarik, misalnya ketika mereka melihat orang yang baru pindah bangun pagi lalu membersihkan rumah dan halaman mereka.
Suami dan istri bekerja secara aktif bersama-sama, listrik dimatikan ketika siang hari tiba, dapur mereka terlihat bersih, anak-anak mereka berangkat ke sekolah tepat waktu, pada hari Minggu mereka pergi ke gereja, dan mereka hadir pada setiap pertemuan desa sesuai undangan.
Contoh-contoh di atas adalah kenyataan yang pernah saya saksikan di desa saya dari sebuah keluarga. Kenyataan ini membuktikan bahwa kebiasaan hidup yang baik akan menular kepada orang lain.
Saya menjadi teringat akan sebuah ayat dalam Lukas 8:16, "Tidak ada seorang pun yang menyalakan pelita, lalu menutupinya dengan bejana atau menaruhnya di bawah tempat tidur, tetapi ia meletakkan pelita itu di atas kaki dian, supaya setiap orang yang masuk dapat melihatnya bersinar."
Dalam hal ini, pantulan cahaya kebaikan sebagai bagian dari pengalaman hidup di kota perlu diungkapkan kembali di desa agar kebaikan tersebut dapat menyebar kepada orang lainnya.
Ketika proses ini terjadi, maka gentrifikasi, dalam arti sebagai sebuah transformasi sosial, akan benar-benar memberikan pengaruh positif di dalam konteks masyarakat desa.
Sisi Kerugian dari Gentrifikasi
1. Depresi Sosial Akibat Kebiasaan Baru yang Tidak Sesuai dengan Tradisi Sebelumnya
Sisi lain yang tidak dapat dihindari adalah kemungkinan terjadinya depresi sosial karena di desa akan ada banyak perubahan yang tidak pernah terjadi sebelumnya, seperti perubahan lingkungan, kebiasaan, serta adat istiadat.