Koperasi ternyata memiliki keunggulan luar biasa sebagai jantung ekonomi masyarakat desa melalui pola pendekatan lokal yang berbasiskan budaya dan tata krama setempat | Ino Sigaze.
Topik pilihan sorotan Kompasiana kali ini memang sangat menarik, terutama di tengah gejolak kepercayaan masyarakat yang mulai kritis terhadap bank pemerintah, bank swasta, dan jenis koperasi masyarakat.
Sejak tahun 2008, koperasi benar-benar booming sebagai sarana ketahanan ekonomi masyarakat, terutama yang berada di pedesaan.Â
Tidak heran jika pada tahun 2000-an koperasi muncul di mana-mana di seluruh tanah air.
Setelah berjalan beberapa tahun, terlihat bahwa koperasi memiliki untung dan ruginya. Oleh karena itu, tulisan ini akan menyoroti tiga keunggulan koperasi yang dapat dialami oleh banyak orang.
1. Koperasi memiliki birokrasi yang sederhana
Misalnya, di wilayah Flores, NTT, koperasi mempekerjakan orang-orang dari masyarakat desa itu sendiri. Hal ini tentu saja menjadi daya tarik tersendiri.
Pilihan birokrasi yang sederhana muncul di tengah kejenuhan nasabah saat berurusan dengan bank-bank pemerintah dan swasta di daerah mereka yang memiliki birokrasi dan komunikasi yang berbeda.
Bahkan tata ruang koperasi terasa lebih terbuka. Peminjam dapat berinteraksi langsung dengan pegawai koperasi tanpa adanya dinding kaca.Â
Nasabah dapat dengan mudah bertanya tentang hal-hal yang berhubungan dan tata etiket lokal lebih terasa di sana.
2. Koperasi memiliki bahasa komunikasi sendiri
Dalam konteks lokal, misalnya, ibu-ibu rumah tangga cenderung enggan berkomunikasi dengan pegawai bank yang berpenampilan seperti pramugari dan hanya berbicara bahasa Indonesia.
Namun, koperasi hadir dengan sesuatu yang berbeda. Di sana, mereka disapa dengan bahasa daerah yang sesuai dengan tingkat komunikasi bagi ibu-ibu sederhana.
Dari kenyataan inilah koperasi menjadi sangat diminati oleh orang-orang lokal atau masyarakat desa sendiri.Â
Koperasi memiliki bahasa sendiri yang menjangkau realitas kehidupan mereka.
3. Koperasi memiliki ruang diskusi yang menangani kesulitan masyarakat
Terlihat jelas bahwa pegawai koperasi lebih ramah dan memiliki emosi budaya yang berbeda. Mereka dengan senang hati mendengarkan keluh kesah masyarakat yang datang untuk meminjam uang.
Saran, anjuran, dan solusi untuk kesulitan aktual masyarakat dapat dibicarakan secara langsung dan alternatif yang membantu untuk mengatasi masalah tersebut dapat ditawarkan.
Di koperasi, terdapat empati dan simpati dalam konteks pelayanan. Meskipun begitu, pembukuan dan dokumen peminjaman tetap jelas dan teratur.
Koperasi memberdayakan masyarakat melalui beragam program yang mereka tawarkan. Jika diperhatikan dengan baik, sebenarnya koperasi memiliki berbagai jenis simpanan.Â
Saya masih ingat beberapa nama yang cukup terkenal seperti simpanan harian (Sibuhar), simpanan bulanan, dan sebagainya.
Koperasi lebih fokus pada masyarakat biasa dan pedagang kecil yang hanya berjualan kecil-kecilan di pasar. Cicilan pengembalian yang sangat kecil, seperti 500 per hari, diakomodasi di sana.
Tidak mungkin bagi bank pemerintah memiliki pilihan seperti itu. Dari sana terlihat perbedaan pilihan antara koperasi dan bank-bank swasta serta bank pemerintah.
Pegawai bank akan terus mencari orang-orang yang mereka tahu memiliki banyak uang, sementara pegawai koperasi menjalin hubungan yang lebih akrab dengan tetangga dan orang-orang di sekitarnya.
Kenyataannya memang terlihat bahwa koperasi lebih digemari oleh masyarakat desa, sementara bank lebih diminati oleh pegawai dan orang-orang berpendidikan tinggi.
Kenyataan dan kritikan
Padahal, kenyataannya, masyarakat yang bukan merupakan kelompok pegawai jauh lebih banyak. Itulah sebabnya mengapa koperasi lebih diminati daripada bank pemerintah dan swasta.
Itu adalah beberapa kenyataan yang pernah saya lihat pada tahun 2010 di Maumere, Flores, NTT. Apakah kenyataan seperti itu masih berlaku hingga sekarang? Bisa jadi.
Namun, ada pula fenomena baru yang mulai terlihat dalam konteks koperasi yang semakin besar dan sistemnya semakin canggih, yaitu semakin berkurangnya nilai simpati, empati, dan keramahtamahannya di sana.
Artinya, semakin besar sebuah koperasi, perilaku hubungan sosialnya semakin formal, dan itu terasa semakin menjauh dari jiwa koperasi itu sendiri.
Pertanyaannya adalah jika koperasi menjadi sama dengan bank, apa bedanya lagi?Â
Dari kenyataan tersebut, sangat penting bagi koperasi untuk tetap memperhatikan beberapa hal ini:
1. Tetap menjaga kesederhanaan birokrasi.
2. Memperhatikan bahasa dan budaya komunikasi dengan menggunakan tata krama dan kebijaksanaan lokal.
3. Program pilihan tidak boleh hanya berfokus pada pihak elit, tetapi juga harus menyentuh anak-anak dan masyarakat desa yang menghadapi masalah ekonomi yang tidak stabil.
Hanya dengan demikian koperasi dapat menjadi jantung ekonomi masyarakat desa yang berakar pada budaya, bahasa, dan tata krama lokal.
Salam berbagi, Ino, 13 Juli 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H