Orang Ende memiliki tutur sendiri, yaitu "ka muku tunu nee koro sie sombe" atau makan pisang bakar dengan sambal khas. Terlebih lagi, saat musim Ipu, kombinasi Ipu dan pisang bakar sangat cocok dan lezat.
Selain dibakar, pisang juga dapat direbus, dikukus, dan digoreng. Cara-cara pengolahan ini sudah umum dan tidak lagi dianggap sebagai hal yang baru.
Bagaimana dengan kenyataan pisang di Flores, NTT?
Pisang termasuk salah satu jenis tumbuhan yang sangat penting. Peran penting pisang terletak pada fungsinya yang sangat dihargai dalam tutur dan tatanan adat di Flores.
Dalam konteks adat Ende, misalnya, pisang disebut "muku". Muku melambangkan pria. Dalam urusan adat, "muku" tidak dapat dipisahkan dari kue edet yang disebut "fizu".Â
Fizu melambangkan perempuan. Muku dan Fizu adalah simbol dari dua orang muda yang sedang membangun hubungan cinta.
Dalam urusan adat perkawinan di Ende, Flores, sulit untuk memisahkan muku dan fizu. Kita tidak bisa membicarakan hukum adat perkawinan tanpa mempertimbangkan dua individu yang saling mencintai. Dalam tradisi adat, ungkapan cinta antara dua insan ini disimbolkan dengan pisang dan kue cucur (fizu).
Pisang juga sering muncul dalam tutur adat dan syair lagu yang mengandung pesan moral tertentu. Biasanya, pada acara pesta sekolah, pentahbisan, dan syukuran imam, beberapa penyanyi membawakan lagu-lagu bahasa daerah dengan lirik yang menyebutkan pisang.
Salah satu ungkapan yang masih saya ingat dari seorang bapak pada tahun 2008 adalah sebagai berikut, "muku te teo, kau mae pui rewo" yang berarti jangan petik pisang yang sudah matang.
Dalam ungkapan itu, peran pisang tidak lagi sebagai lambang laki-laki, melainkan lebih dianggap sebagai simbol kecantikan perempuan yang tidak boleh disentuh.