Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kisah Inspiratif Mengapa Orang Perlu Bersyukur dan Memberi

30 Mei 2023   12:06 Diperbarui: 31 Mei 2023   08:56 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang punya cerita dan pengalaman yang menarik, namun terkadang kehilangan ruang untuk berbagi dengan yang lain. Ruang cerita bersama orang lain itu adalah ruang di mana orang menemukan makna dan pesan inspiratif bagi kehidupan | Ino Sigaze.

Perjuangan mahasiswa Indonesia untuk studi di Jerman memang punya cerita sendiri sebagaimana studi di negara lainnya. Cerita tentang studi di luar negeri dan mahasiswa Indonesia memang akan menjadi cerita unik dan inspiratif.

Inspirasi cerita mereka hanya mungkin bisa diangkat ke permukaan pengalaman umumnya, jika di sana ada ruang berbagi cerita dan refleksi.

Ruang cerita dan refleksi itu ternyata sangat dicari oleh sebagian besar student dan kaum muda umumnya. Perjumpaan dengan beberapa student Indonesia di Frankfurt dan beberapa kota sekitarnya membuka wawasan saya bahwa kaum muda membutuhkan satu ruang cerita yang memungkinkan mereka bisa berbagi, bertanya apa saja.

Perjumpaan pertama dengan seorang Mahasiswa Indonesia, sebut saja namanya Evan telah meyakinkan saya tentang konsep kerinduan orang muda saat ini.

Orang-orang muda Indonesia yang sedang studi di Jerman misalnya, ternyata mereka punya cerita pergulatan yang bermacam-macam. Pergulatan studi sudah pasti menjadi pergulatan utama, selain bahwa mereka juga bergulat dengan diri sendiri.

Perjumpaan kedua dalam ruang cerita kami bersama dengan seorang mahasiswa Indonesia, sebut saja Steven. Saat ini kami punya ruang cerita online yang memungkinkan kami bisa berbagi cerita tentang hidup dan iman.

Di sana saya mengenal bahwa keduanya punya harapan, kecemasan dan kerinduan yang sama tentang tantangan dan kesuksesan, tentang cinta dan memberi, tentang syukur dan tuduhan pada Tuhan.

Tulisan ini coba mengupas kisah-kisah kami dalam perjuangan hidup dan studi di Jerman.

Cedera, tongkat dan melihat orang lumpuh

Suatu kali, Evan cedera dan dari jenis perawatan di rumah sakit Jerman mengharuskan Evan mengenakan tongkat. Saat itu Evan belajar menjadi orang pincang.

Ia bergulat dengan komitmennya untuk tetap membantu temannya yang sedang tidak di rumah. Ia membantu memberikan makanan dan membereskan tempat makan kucing temannya.

Dengan kondisi pincang dan menggunakan penopang itu, ia harus pergi beberapa menit. Dari sisi praktisnya, maka ia memesan Taxi supaya cepat dan aman.

Ketika ia membuka pintu mobil Taxi, Evan melihat seorang pria lainnya yang persis menggunakan tongkat; orang itu juga sedang berjalan melintas di depannya. 

Saat itu, Evan sadar dan letupan hatinya seperti ini, "Duh... saya bersyukur banget ni, sekalipun menggunakan tongkat dan pincang, tapi saya masih bisa juga membayar jasa Taxi, dan saya punya cukup uang. Sementara orang itu, sudah pincang, dia terus saja berjalan kaki, mungkin karena dia tidak cukup uang. Mengapa hal seperti itu ditunjukkan kepada saya?"

Evan pada saat itu menyadari betapa sebenarnya dia punya alasan untuk bersyukur, karena masih ada orang lain yang jauh lebih punya kesulitan daripada dirinya. 

Pengalaman manusia umumnya tidak jauh berbeda dengan pengalaman Evan. Banyak orang sulit bersyukur atas hidup dan kenyatan yang dimilikinya.

Bukan cuma sulit bersyukur, tetapi juga lebih dari itu, mereka menuduh bahwa Tuhan itu tidak adil. Pertanyaannya, benarkan Tuhan itu tidak adil?

Mata, hati dan pikiran manusia terkadang tidak cukup jernih melihat kenyataan pemberian Tuhan dan perbedaan-perbedaan yang dimiliki setiap orang. 

Jika kebijaksanaan itu ada pada manusia, maka ia akan bisa melihat dengan bijaksana pula bahwa Tuhan begitu banyak memberi kepadanya, termasuk hal-hal yang istimewa.

Cinta dan memberi dengan ketulusan hati

Tidak hanya itu ruang cerita kami disegarkan pertama-tama oleh cerita dari Steven tentang kisah kecil yang diceritakan kepadanya. Kisah tentang pilihan bebas untuk mencintai dan konsekuensinya.

Contoh kecil tentang seorang anak yang punya pensil tulis, lalu diminta oleh temannya, lalu ia memberikan pensil terbaik itu kepada temannya. Ia memberikan yang terbaik, sementara dirinya sendiri hanya memiliki satu pensil lainnya yang seadanya.

Kata orang "kamu kok bisa gitu, kenapa? Rasanya kamu konyol sekali gitu." Ya, ia memberi yang terbaik kepada orang lain, sampai seperti ia telah melupakan dirinya.

Pemberian apapun kepada orang lain yang dibarengi dengan kualitas ketulusan hati, selalu akan mendatangkan berkat yang luar biasa. Berkat itu tidak langsung datang pada hari pemberiannya, tetapi suatu saat akan ada kemudahan-kemudahan yang bisa didapatkan.

Tuhan menyediakan hal indah kepada seseorang dengan kualitas hati yang tulus. Melalui orang lain, Tuhan akan memberi kepadanya yang terbaik.

Coba perhatikan berapa banyak orang yang suka memberi di bumi ini menjadi miskin dan menderita? Cerita yang umumnya adalah bahwa semakin memberi dengan tulus hati, mereka semakin menerima.

Memberi itu menyembuhkan

Dalam bahasa Jerman ada ucapan seperti ini, "Geben ist heiliger als nehmen." Terjemahan Indonesia biasanya dimengerti seperti 'memberi itu lebih baik dari menerima'. Sebenarnya bukan sekedar "lebih baik", tetapi memberi itu sebenarnya punya ciri kekudusannya (heilig). Kalau kita perhatikan lebih detail lagi dalam kata heilig itu, ada frasa heil yang berarti sembuh.

Saya memahami hubungan kata ini, berangkat dari pengalaman pribadi seminggu yang lalu. Sudah beberapa bulan, saya merasakan ada sesuatu yang aneh pada bagian perut saya. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk melakukan gastroskopi atau Magenspiegelung.

Dalam perjalanan ke tempat pemeriksaan di kota Mainz, tiba-tiba saya seperti tidak peduli pada seseorang pria yang sedang duduk di pinggir jalan lalu meminta uang. Anehnya beberapa langkah setelah itu, hati saya begitu menyesal, kenapa saya tidak bisa memberinya sedikit koin.

Sekitar 20 meter kemudian, saya berpapasan dengan seorang ibu yang sedang mendorong Kinderwagen atau kereta bayinya. Ia berhenti di depan saya dan menyapa dengan sapaan khusus yang membuat saya sungguh tercengang. Kata hati saya saat itu, "dari mana dia tahu bahwa saya seorang Karmelit."

Saya belum pernah bertemu dan berkenalan dengan ibu  itu sebelumnya. Dia berbicara dengan bahasa yang tidak saya mengerti, cuma dua kata yang saya mengerti "Help me!".

Saya lalu mengambil sedikit dari yang saya punya dan memberinya. Lalu, ia mengucapkan terima kasih sepertinya dalam bahasa yang belum saya dengar, mungkin dalam bahasa arab atau aram.

Setelah itu, hati saya begitu ringan dan ada rasa syukur yang berlimpah karena saya bisa sedikit memberi. Tentu saja saya kembali merasakan kecemasan terkait ketidaknyaman perut.

Dugaan saya semakin aneh, sekurang-kurang pasti ada hal yang aneh di dalam perut saya. Satu jam kemudian setelah sadar dari Narkose, saya dipanggil ke ruang dokter untuk membicarakan hasil pemeriksaan hari itu.

Kata dokter bahwa semuanya baik-baik, cuma sedikit infeksi dan karena itu tidak perlu ada resep obat. Saat mendengar itu, rasa syukur begitu luar biasa dalam diri saya. 

Saya bersyukur karena saya percaya bahwa Tuhan telah menyembuhkan (heil) saya. Sejak setelah pemeriksaan itu, saya tidak merasakan lagi nyeri dan sakit pada bagian perut.

Demikian kisah kecil dari ruang cerita kami bertiga yang bisa kami bagikan di tanah diaspora penuh perjuangan. 

Kami akhirnya yakin bahwa pemberian tulus itu tidak akan pernah sia-sia dan setiap orang punya alasan untuk bersyukur.

Lakukan hal-hal biasa dan sederhana, kecil setiap hari dengan cinta yang besar, itu sepenggal pesan dari Theresia dari Lisieux.

Bagikan cerita ini, jika Anda yakin bermanfaat bagi orang lain.

Salam berbagi, ino, 30.05.2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun