Integrasi budaya memang di banyak negara dilakukan bukan untuk para imigran di usia dewasa, tetapi lebih diprioritaskan sejak usia dini.Â
Prinsipnya, pada usia masih muda orang lebih mudah untuk mengintegrasikan diri daripada orang-orang dewasa lainnya.
Nah, dalam konteks Indonesia tentu saja penting dan sangat berguna, jika wisman nakal itu perlu mengikuti kursus integrasi.Â
Sedangkan bagi wisman lainnya yang menjadi penduduk Indonesia dan yang lama tinggal di Indonesia perlu dianjurkan mengikuti kursus integrasi budaya sebelum bisa bekerja dan mengendarai kendaraan bermotor di Indonesia.Â
Saya ingat model kursus integrasi budaya yang berlaku di Jerman itu sangat penting bagi para imigran. Bahkan kursus integrasi itu sangat diprioritaskan.
Meskipun demikian, yang namanya wisman nakal tetap saja ada. Nah, sudah bisa dibayangkan apa jadinya seperti di Bali atau di beberapa tempat lainnya, yang tidak ada aturan ketat mengenai proses integrasi itu.
Tidak heran kalau sering sekali ditemukan bule mengendarai kendaraan bermotor secara bebas. Jangankan di Bali, di Flores saja ada juga kasus seperti itu. Bule ngebut mengendarai sepeda motor, lalu ambil jalan orang lain, mungkin karena beda konsep.
Nah, dari pengalaman itu, sebetulnya sangat penting kursus integrasi itu dilakukan bagi para wisman supaya tidak merugikan orang lain dan negara kita.
Siapa yang menyelenggarakan kursus integrasi?
Kursus integrasi sangat dekat kaitannya dengan pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah khususnya dinas pendidikan baik itu di tingkat pusat, maupun daerah perlu memikirkan konsep dan program kursus integrasi itu.
Jika Kursus integrasi bisa berjalan dengan baik, maka kursus itu akan menjadi sumber penghasilan bagi bangsa kita.Â
Ya, bisa saja menyerap tenaga kerja baru sesuai dengan bidang keahlian masing-masing.
Tentu saja, secara serentak mulai dengan kursus integrasi rasanya agak  sulit karena keberlangsungan kursus sangat bergantung pada berapa banyak wisman yang mendiami daerah tersebut.
Oleh karena itu, barangkali sebagai contoh prioritas kita lebih mengarah ke Bali. Praktisnya bisa saja paket kursus itu diberikan di setiap penginapan atau hotel di mana banyak wisman.
Demikian juga materinya bisa lebih sesuai dengan konteks tempat di mana mereka berada. Wawasan lokal seperti tentang Bali tentu saja menjadi prioritas.Â