Berikan privilese kepada anak sejauh itu mendidik dan menjadikan mereka pribadi yang adil dan mampu mencintai alam kehidupan | Ino Sigaze.
Privilese anak memang selama ini jauh dari sorotan media, meskipun demikian bukan berarti privilese anak itu tidak penting. Sebaliknya justru privilese anak selalu diperhatikan secara intensif tanpa ada pelanggaran, maka selama ini jauh dari incaran media dan polemik.
Nah, letusan tema privilese terjadi karena polemik anak pejabat yang rajin memperlihatkan kemewahan di media sosial. Privilese seperti apakah yang telah diberikan kepada anak-anak?Â
Apakah privilese seperti itu baik untuk pertumbuhan mental dan kehidupan masa depannya? Tulisan ini tidak membahas privilese anak pejabat, tetapi sebaliknya akan mengulas privilese anak petani, yang bisa saja tidak pernah didapatkan oleh anak pejabat.
Bayangan tentang narasi kehidupan dan masa lalu sebagai anak petani, ternyata menyibak kembali privilese  unik, yang mungkin tidak dimiliki anak pejabat.Â
Berikut ini ada 4 privilese anak petani yang unik:
1. Lebih dini terlibat mempersiapkan masa depan
Privilese ini memang hanya bisa diperoleh anak petani, hal ini karena bagi orangtua petani masa depan anak petani sangat bergantung pada persiapan orangtuanya sendiri sejak dini dan direspon secara baik oleh anaknya sendiri. Â
Saya masih ingat privilese masa kecil pada tahun 1980-an. Saat itu sang ibu sangat sering berbicara tentang masa depan kami anak-anak.Â
Ibu selalu membayangkan bagaimana nasib kami anak-anak, kalau mereka sebagai orangtua meninggal sebelum kami besar dan mandiri.Â
Bayangan itu membuat saya dan saudara saya sudah memulai berpikir langkah antisipasi di atas privilese yang diberikan orangtua. Orangtua kami menunjukkan lahan masa depan yang bisa menjanjikan zona nyaman kami sendiri.
Saya masih ingat sewaktu masih SD sudah menanam kemiri satu kebun dan kopi satu kebun. Tidak bisa dibayangkan betapa visi dan privilese orangtua kami saat itu tetap terasa hingga saat ini. Ya, saya sangat bersyukur atas semua itu.
Privilese anak petani karena tidak punya tunjangan seperti anak pejabat, maka kami dimungkinkan untuk membicara masa depan dari kecil. Bukan cuma bicara dan membayangkan saja, tetapi kami sendiri melakukannya.
2. Privilese menikmati pendidikan
Terdengar sama dengan privilese anak pejabat, tapi jangan salah. Peluang untuk pendidikan bagi anak petani itu sebenarnya sangat kecil, apalagi di masa-masa krisis.
Nah, jika anak petani itu bisa mendapatkan privilese pendidikan, itu adalah keistimewaan yang luar biasa. Orangtua petani tidak pernah berani menyekolahkan anak-anak mereka karena yakin bisa membayarnya, tetapi karena karena yakin usaha dan perjuangan mereka menyanggupkan mereka semuanya.
Berbeda dengan anak pejabat tentunya, apa saja dan kemana saja sudah pasti bisa karena uang bukan lagi jadi soal. Oleh karena itu, menikmati pendidikan sebenarnya adalah privilese anak petani.
Di NTT tentunya menjadi contoh tidak semua anak petani bisa menikmati pendidikan sampai perguruan tinggi. Tapi, hampir semua anak pejabat pasti menikmati pendidikan lebih tinggi.
Saya masih ingat ucapan orangtua petani di kampung saya, "Zambu mbira, beru dhaka meko ki , asa miu sekola ema atau mengenakan baju robek dan celana yang ditambal tidak apa-apa, asal kamu bisa sekolah."Â
Privilese pendidikan itu diberikan oleh orangtua petani hanya supaya keadaan anak-anak mereka tidak lagi seperti mereka.
3. Privilese hidup bersama dan merasakan perjuangan orangtua
Anak petani umumnya punya sisi keuntungan unik yang mungkin jarang dirasakan anak-anak dari keluarga yang pegawai atau anak pejabat.
Anak pejabat pasti dijaga oleh orang lain dan bahkan orangtua jarang punya waktu untuk bersama anak-anak mereka. Tentu berbeda dengan anak petani yang hampir setiap hari bisa bersama, bahkan bisa bekerja bersama dan merasakan perjuangan orangtua mereka.
Bagi saya, itu adalah sebuah privilese unik. Anak bisa melihat secara langsung bagaimana perjuangan orangtua mereka bahkan anak bisa merasakan juga apa yang diusahakan orangtua mereka.
Anak bisa merasakan makan bersama orangtua mereka, bisa mendengar dongeng kesusahan yang memotivasi anak untuk kerja cerdas dan jujur.
Saya yakin privilese seperti itu tidak bisa didapatkan dari orang yang sudah mapan dan berada. Tidak perlu menceritakan sola perjuangan dan kerja keras orangtua kepada anak.
Masa depan anak sudah disiapkan semuanya. Dalam hal ini daya berpikir anak tentu saja berbeda. Mungkin juga daya nalar dan kreasi berpikir anak petani berbeda.
Kerja baru menghasilkan uang itu logika bijak anak petani, tapi anak pejabat misalnya, "ngapain kerja, papa sudah punya banyak uang buat saya. Aku sudah punya motor gede (moge)."
4. Privilese hubungan dengan lingkungan dan alam
Satu keistimewaan yang unik dari anak petani adalah privilese kontak hubungan mereka dengan lingkungan dan alam. Lingkungan kehidupan anak petani tentu saja adalah lingkungan alam.
Kadang saya berpikir andaikan benar-benar krisis dan tidak ada persediaan makanan sama sekali di kota, maka yang masih bisa hidup aman adalah anak petani.
Anak petani tahu dengan pasti mana saja jenis hasil hutan yang bisa dimakan dan tidak bisa dimakan. Jenis-jenis umbi-umbian mana yang bisa dimakan dan bagaimana bisa mengolahnya.
Kontak tanpa batas dengan alam, telah membentuk wawasan dan pengetahuan mereka yang lebih tentang peran penting (Rolle) dari lingkungan alam itu sendiri bagi kehidupan manusia.
Demikian 4 privilese anak petani yang disoroti dalam tulisan ini. Perbedaan latar belakang orangtua tidak dimaksudkan untuk menciptakan kecemburuan sosial dan membuka ruang besar persaingan yang tidak sehat.
Sorotan ini lebih sebagai undangan untuk menyadari bahwa latar belakang yang berbeda mungkin memiliki keuntungan atau kerugian yang berbeda pula berdasarkan berbagai faktor, termasuk latar belakang sosial ekonomi, pendidikan, ras, jenis kelamin, agama, dan karakteristik lainnya.Â
Penting untuk disadari bahwa dari perbedaan ini perbedaan-perbedaan itu, kita diajak untuk mempromosikan kesetaraan dan keadilan yang lebih besar bagi semua individu dan di setiap lapisan masyarakat, terlepas dari latar belakang atau keadaan seperti apa mereka.
Salam berbagi, ino, 12.03.2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H