Saya masih ingat sewaktu masih SD sudah menanam kemiri satu kebun dan kopi satu kebun. Tidak bisa dibayangkan betapa visi dan privilese orangtua kami saat itu tetap terasa hingga saat ini. Ya, saya sangat bersyukur atas semua itu.
Privilese anak petani karena tidak punya tunjangan seperti anak pejabat, maka kami dimungkinkan untuk membicara masa depan dari kecil. Bukan cuma bicara dan membayangkan saja, tetapi kami sendiri melakukannya.
2. Privilese menikmati pendidikan
Terdengar sama dengan privilese anak pejabat, tapi jangan salah. Peluang untuk pendidikan bagi anak petani itu sebenarnya sangat kecil, apalagi di masa-masa krisis.
Nah, jika anak petani itu bisa mendapatkan privilese pendidikan, itu adalah keistimewaan yang luar biasa. Orangtua petani tidak pernah berani menyekolahkan anak-anak mereka karena yakin bisa membayarnya, tetapi karena karena yakin usaha dan perjuangan mereka menyanggupkan mereka semuanya.
Berbeda dengan anak pejabat tentunya, apa saja dan kemana saja sudah pasti bisa karena uang bukan lagi jadi soal. Oleh karena itu, menikmati pendidikan sebenarnya adalah privilese anak petani.
Di NTT tentunya menjadi contoh tidak semua anak petani bisa menikmati pendidikan sampai perguruan tinggi. Tapi, hampir semua anak pejabat pasti menikmati pendidikan lebih tinggi.
Saya masih ingat ucapan orangtua petani di kampung saya, "Zambu mbira, beru dhaka meko ki , asa miu sekola ema atau mengenakan baju robek dan celana yang ditambal tidak apa-apa, asal kamu bisa sekolah."Â
Privilese pendidikan itu diberikan oleh orangtua petani hanya supaya keadaan anak-anak mereka tidak lagi seperti mereka.
3. Privilese hidup bersama dan merasakan perjuangan orangtua
Anak petani umumnya punya sisi keuntungan unik yang mungkin jarang dirasakan anak-anak dari keluarga yang pegawai atau anak pejabat.