Belum lagi kehadiran keduanya telah menjadi representasi dari suara rakyat yang mana pernah mereka janjikan sesuatu. Kekecewaan sering terjadi ketika merasa bahwa dalam urusan perhatian pada massa pendukung itu tidak berimbang secara politis.
2. Ketidakjelasan pembagian wewenang (Job Description)
Ketidakjelasan pembagian wewenang jabatan mereka sering menjadi kendala. Ya, katakan saja jika di sana tidak ada transparansi terkait pembagian wewenang dengan jelas dan tegas, maka besar sekali kemungkinan prasangka.
Seorang wakil akan selalu ragu-ragu (unsicher) dalam gerak tindakan politiknya, karena jangan-jangan dikatakan telah melampaui peran pimpinannya.Â
Asumsi buruk pun bisa saja muncul jika tidak ada keterbukaan antara keduanya. Lebih parah lagi, kalau diketahui latar belakang pendidikan keduanya yang berbeda.
Keseganan akan menambah jarak keterbukaan keduanya yang pada akhirnya berujung pada saling curiga dan pada akhirnya terasa seperti musuh dalam selimut.
Ya, masa menjadi akur antara wakil dan pimpinan itu umumnya hanya berlangsung pada tahun pertama, kemungkinan besar di tahun kedua itu ada saja perhitungan dan perbedaan pendapat antara keduanya.
Konteks perbedaan gagasan dan prioritas bisa saja menjadi pemicu dari retaknya harmonisasi antara keduanya. Hal seperti itu pernah terjadi juga di Flores pada tahun 2004.
Bahkan hubungan tidak harmonis itu bisa tercium sampai menjadi pembicaraan masyarakat biasa di luar sana. Saya membayangkan bahwa ketidakharmonisan dalam kantor atau tubuh pemerintah daerah itu sama seperti persoalan dapur rumah tangga, kenapa harus bisa terkuak keluar.
Rupanya jalan buntu selalu ditemukan di sana, lebih-lebih ketika tidak ada lagi kemungkinan komunikasi yang konstruktif dan pendekatan yang bisa diterima sesuai akal sehat.