Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mentalitas Napa Tena dan Lack of Confidence

20 Februari 2023   16:11 Diperbarui: 20 Februari 2023   16:38 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjumpaan kebiasaan itu akhirnya menjadi semacam afirmasi budaya yang selama ini terlihat biasa saja, bahkan tidak pernah didefinisikan.

Pada puncak dari perjumpaan itu, orang tidak sanggup membuat distingsi yang tegas mana yang baik untuk hidup dan masa depannya, dan mana yang destruktif.

Napa tena akhirnya menjadi semakin diperkuat karena adanya kemungkinan tawaran perjokian. Salah siapa? 

Tidak bisa saling mempersalahkan, cuma tampak sekali bahwa latar budaya dan mentalitas tertentu yang cenderung tidak konstruktif harus disadari dan direfleksikan secara baik.

Tanpa refleksi kritis terhadap mental budaya tertentu, maka seseorang tidak akan cukup mandiri dalam cara berpikir dan bahkan dalam usaha untuk merencanakan masa depannya sendiri.

Pengalaman menjadi joki ringan waktu SMA di tahun 1998

Setelah merefleksikan lagi praktek perjokian saat ini, saya jadi ingat fenomena itu sebenarnya sudah ada sejak lama, cuma bentuknya itu yang berbeda-beda dengan grad atau derajatnya berbeda.

Saya jadi ingat, pada waktu SMA tahun 1998 dulu, saya berada di jurusan IPA dan kebetulan sekali saya sangat tekun belajar Matematik, Fisik dan Kimia dan rajin mengerjakan tugas rumah, maka seperti seperti punya kemampuan lebih. 

Oleh karena itu, tanpa saya sadar teman-teman sering datang ke kamar kos saya untuk meminta hasil pekerjaan saya, lalu mereka menulis ulang begitu saja hasil pekerjaan rumah saya.

Anehnya lagi, mereka tanpa meminta penjelasan bagaimana bisa mendapatkan hasil seperti itu. Lama kelamaan saya merasa seperti disogok gitu, soalnya teman-teman yang datang minta bantuan itu, membawa saya lauk ikan, ikan goreng dan makanan-makanan enak.

Jadi, sekarang jadi sadar bahwa praktik perjokian barangkali seperti itu. Nah, pada waktu itu sering sebagai guyonan kami selalu bilang, "Enak e napa tena tu." atau oh senangnya terima bersih.

Hal yang menarik lainnya, ketika di kelas, mereka tahu bahwa jawaban mereka benar, tetapi tidak berani untuk tampil ke depan untuk mengerjakan di depan teman-teman semua.

Persoalannya adalah takut jangan sampai ditanya kenapa sampai ada hasil seperti itu. Cara menguraikan rumus sampai kepada jawaban itu yang membuat mereka kurang percaya diri (lack of confidence).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun