3. Danau kelimutu dengan lereng persawahan dan gunung meja
Danau Kelimutu memang aset wisata yang bisa diandalkan, namun itu hanya salah satu aset wisata yang berada di sebelah timur. Padahal ada pula wisata batu hijau di sebelah barat Kabupaten Ende yang sudah mendunia.
Dari situ, terlihat bahwa desain logo itu sudah tidak "menggigit" kenyataan terbaru tentang Ende dan perkembangannya sampai pada kekinian.
Semestinya ada gambar Kelimutu, gunung Ia, Meja dan Wongge dan deretan pantai yang indah dengan batu berwarna di sana. Mengapa tidak?
Eksotisme dari kabupaten Ende itu menjadi begitu beku dan kuno karena tidak ada reformasi wawasan tentang Ende yang hidup dalam dinamika yang semakin up to date.
Tidak hanya itu, kalau memang kita mengakui bahwa danau tiga warna Kelimutu itu akan menjadi sentral wisata di Kabupaten Ende, maka pertanyaanya, seperti apa promosi dan pembangunan di sana.Â
Dari dulu sampai sekarang mungkin berubah hanya karena punya gapura, jalan yang beraspal, tetapi soal gema promosi dari Kabupaten Ende sendiri terasa masih lemah. Pernahkah "Ata Ende" berdiskusi tentang pengembangan wisata danau Kelimutu?
Bagaimana tentang pembangunan toilet di area danau Kelimutu dan penataan jalan menuju puncak Kelimutu? Adakah kemungkinan ditanam bunga-bunga yang dirawat oleh petugas pariwisata secara khusus di sana.Â
Pokoknya, hal itu masih merupakan paradoks, karena pada logo ditempat sebagai sentral, sementara kenyataanya belum menjadi prioritas perhatian pemerintah daerah.
4. Soal warna dan latar belakang pada logo
Orang Ende memang menyukai warna-warna merah muda. Dulu sampai ada lagu, "ana pake lambu mera meko, ine bogo lewo" atau kritikan pada anak gadis yang mengenakan baju merah muda, tetapi menikah tanpa belis dan juga mungkin karena tidak mengenyam pendidikan yang cukup.