Orang-orang kreatif akan menjadikan radio lebih dari sekedar media komunikasi sosial dan hiburan, tetapi juga bisa menunjang simpati bisnis kecil di sudut kota. Ya, ibarat sebuah nama "Formiga" semut kecil (bahasa Portugis) gigitannya selalu tetap membekas hingga sekarang | Ino Sigaze.
Radio dan sejarah kehadirannya di negeri ini tidak bisa dipisahkan dari detail sejarah perannya yang dirasakan oleh seluruh masyarakat.Â
Cerita dan pengalaman setiap daerah, kota dan desa mungkin saja berbeda-beda, namun semuanya berada dalam satu judul yang sama sebagai sarana komunikasi dan hiburan masyarakat.
Tahun 2006 adalah cerita pertama dalam hidup saya bahwa radio ternyata punya andil lebih dari sarana komunikasi dan hiburan.Â
Radio Formiga adalah satu jaringan radio yang mengudara di Kabupaten Lembata pada tahun itu.
Saya berada di sana untuk suatu kegiatan pastoral dengan nama "Kenabian". Ciri khas dari kegiatan itu adalah berjuang hidup di tengah masyarakat tanpa diketahui menonjolkan identitas.
Waktu itu saya masih sebagai mahasiswa sarjana filsafat tapi minim pengalaman. Filsafat yang saya yakini bukan saja soal urusan kepala, tetapi juga berurusan dengan kenyataan dunia umumnya.
Untuk sampai pada titik sinkronisasi itu, orang perlu terjun ke lapangan kehidupan yang terbuka, di tengah masyarakat. Waktu yang diberikan kepada saya waktu itu 14 hari lamanya. Biaya yang diberikan kepada sebesar 200.000 rupiah.
Mimpi dan rencana untuk hidup baik selama 2 minggu harus diperjuangkan sendiri. Pertanyaannya, bagaimana saya bisa hidup? Bagaimana saya bisa memperoleh pekerjaan?