Waspada dan hati-hati dalam memberikan penilaian jauh lebih baik, daripada secara dangkal menghakimi orang lain yang tidak bersalah.
Berita tentang jatuhnya 2 rudal di Polandia yang menewaskan dua orang memang sudah tersebar ke seluruh dunia. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa warga Eropa sendiri tidak terlalu ekstrim menanggapi itu, apalagi menghakimi itu sebagai bentuk serangan baik itu dari Rusia, maupun dari Ukraina.
Berikut ini ada beberapa alasan, mengapa Eropa harus hati-hati memberikan pendapat mereka terkait kejadian di Polandia itu:
1. Penyelidikan di tempat kejadian belum selesai
Hal yang sangat penting terkait jatuhnya Rudal di Polandia itu adalah penyelidikan ilmiah oleh tim khusus dan independen yang benar-benar objektif.
Masyarakat Eropa tentu saja menunggu pengumuman hasil penelitian itu. Pada kenyataannya saat ini, memang ada klaim dari pihak keamanan Ukraina bahwa rudal itu adalah serangan dari Rusia, sementara itu, Rusia sendiri telah membantah bahwa itu bukan serangan dari Rusia.
Saling menuduh tanpa objektivitas data di lapangan memang tidak baik dan hanya memperluas wilayah konflik. Nah, oleh karena itu, Kanselir Jerman Olaf telah dengan sigap mengimbau supaya kita mesti lebih kritis menilai dan mempertimbangkan kejadian itu.
Orang sebaiknya tidak boleh mengatakan secara definitif, tentang sesuatu hal yang belum selesai diproses. Apalag harus menuduh pihak tetentu sebagai pelaku dari aksi serangan rudal yang menewaskan nyawa manusia.
2. Ada kemungkinan-kemungkinan yang perlu diseimbangkan dengan hasil penelitian
Ada dua kemungkinan yang bisa ditarik dari pemberitaan di media di Jerman misalnya:
1. Kemungkinan pertama, itu serangan udara yang dilakukan oleh militer Rusia. Klaim itu belum bisa dibenarkan, karena pada kenyataanya, jenis Rudal S-3000 itu memang buatan Rusia, namun jenis yang sama juga digunakan oleh tentara Ukraina.
2. Kemungkinan kedua, ada rekayasa serangan yang dilakukan sendiri oleh Ukraina. Rekayasa serangan itu juga belum bisa dipastikan karena belum ada hasil objektif dari penelitian yang dilakukan saat ini.Â
Ya, itu hanya merupakan kemungkinan yang bisa saja cara-cara licik dari Zelensky untuk menarik perhatian 17 negara yang sedang mengikuti G20 di Bali, Indonesia.
Analisis dari 2 kemungkinan di atas:
Pertama, jika kemungkinan pertama itu benar, maka sangat mungkin Polandia, Uni Eropa dan NATO akan sangat keras mengutuk Rusia dan menuntut pertanggungjawaban nantinya.Â
Tidak kurang dari sekadar menuntut pertanggungjawabkan, bisa dilihat dan dibaca ternyata Putin bisa saja dengan sengaja memprovokasi eskalasi perang melawan Ukraina. Bahkan bisa saja, Putin mau mengatakan bahwa G20 itu tidak ada pengaruhnya untuk menghentikan agresi militernya ke Ukraina.
Kedua, jika kemungkinan kedua itu yang benar, maka betapa Zelensky memprovokasi G20 melalui serangan itu. Akan tetapi, sampai dengan saat ini, ternyata Polandia sendiri yang resmi menjadi salah satu dari 30 negara anggota NATO, belum memberikan reaksi yang keras.
Polandia dalam hal ini sangat hati-hati dan mengambil sikap bijak baik dalam menilai, maupun memberikan reaksi-reaksi terkait jatuhnya rudal itu.Â
Hal yang buruk jika kemungkinan kedua itu yang benar adalah bahwa simpati negara-negara Uni Eropa (EU) akan hilang jika saja aksi itu benar direncanakan dan disengaja oleh Ukraina. Tentu saja, NATO akan menilai dengan bijak, bahwa Ukraina sedang bermain api untuk perang dunia ketiga.
Oleh karena ketidakpastian terkait serangan rudal itu, maka sampai dengan saat ini, masyarakat Eropa seluruhnya dan Jerman khususnya tidak merasakan ancaman luar biasa. Ya, umumnya tenang-tenang saja.
Tidak ada reaksi protes dan bentuk demonstrasi terkait dengan peristiwa itu. Saya bisa mengatakan bahwa semua berusaha menahan diri dan tidak terprovokasi oleh insiden pada Selasa, 14 November 2022 itu.
Sikap tenang dan tidak cepat-cepat menuduh itu adalah sikap bijak, sebab perang akan selalu buruk untuk siapa saja yang merasakan langsung dampaknya.
Hari ini saya sempat ngobrol dengan seorang penghuni rumah jompo yang sudah berusia 87 tahun. Ia pernah mengalami buruknya perang dunia kedua.
Katanya apapun itu yang namanya perang lebih baik tidak boleh lagi ada. Ia merasakan bagaimana ketika sedang dibangku sekolah harus lari ke ruangan bawah tanah (Keller) untuk menyembunyikan diri. Demikian juga ketika sedang tidur dan mendengar alarm peringatan dan harus cepat-cepat bangun untuk sembunyikan diri di Keller.
Di manakah ketenangan? Ya, manusia tidak mengalami ketenangan (Man hat keine Ruhe). Menurutnya, jika masih ada hal lain yang bisa dilakukan untuk damai, lakukanlah itu dan cepat-cepat memilih untuk tidak perang.
Perang itu sudah pasti brutal, katanya lagi. Mereka bisa dengan pesawat terbang sangat rendah dan melemparkan bom sesuka hati mereka, hanya dengan tujuan supaya kota ini porak poranda. Mereka tidak peduli siapa yang meninggal, berapa yang tersisa, anak kecil yang terlantar juga tidak dipikirkan mereka.
Krieg,...oh je, lieber nicht mehr. Ich möchte den nicht mehr erleben atau perang...oh je lebih baik tidak boleh lagi. Saya tidak ingin mengalami lagi perang, katanya.
Salam berbagi, ino, 17.11.2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H