Sikap tenang dan tidak cepat-cepat menuduh itu adalah sikap bijak, sebab perang akan selalu buruk untuk siapa saja yang merasakan langsung dampaknya.
Hari ini saya sempat ngobrol dengan seorang penghuni rumah jompo yang sudah berusia 87 tahun. Ia pernah mengalami buruknya perang dunia kedua.
Katanya apapun itu yang namanya perang lebih baik tidak boleh lagi ada. Ia merasakan bagaimana ketika sedang dibangku sekolah harus lari ke ruangan bawah tanah (Keller) untuk menyembunyikan diri. Demikian juga ketika sedang tidur dan mendengar alarm peringatan dan harus cepat-cepat bangun untuk sembunyikan diri di Keller.
Di manakah ketenangan? Ya, manusia tidak mengalami ketenangan (Man hat keine Ruhe). Menurutnya, jika masih ada hal lain yang bisa dilakukan untuk damai, lakukanlah itu dan cepat-cepat memilih untuk tidak perang.
Perang itu sudah pasti brutal, katanya lagi. Mereka bisa dengan pesawat terbang sangat rendah dan melemparkan bom sesuka hati mereka, hanya dengan tujuan supaya kota ini porak poranda. Mereka tidak peduli siapa yang meninggal, berapa yang tersisa, anak kecil yang terlantar juga tidak dipikirkan mereka.
Krieg,...oh je, lieber nicht mehr. Ich möchte den nicht mehr erleben atau perang...oh je lebih baik tidak boleh lagi. Saya tidak ingin mengalami lagi perang, katanya.
Salam berbagi, ino, 17.11.2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H