Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengapa 4 Negara Ini Belum Cerdas Berlalu Lintas?

3 November 2022   21:51 Diperbarui: 4 November 2022   13:16 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inilah yang hemat saya, suatu bentuk edukasi nonformal yang sangat bagus dari orangtua kepada anak-anak mereka sejak dini. Tentu saja berbeda dengan mentalitas orangtua yang justru berbangga ketika melihat anak mereka bisa tidak peduli pada lampu merah dan menganggap anak-anak mereka sebagai pemberani.

Jadi sangat jelas bahwa peran orangtua dalam membentuk mentalitas anak sejak dini itu tidak tergantikan. Didikan orangtua sejak dini akan menjadi aset masa depan menjadi anak yang cerdas berlalu lintas.

Negara-negara yang belum cerdas berlalu lintas bisa jadi karena minimnya pendidikan kedisiplinan dan mentalitas respek pada orang lain yang ditanamkan sejak dini. Mari kita uji bersama.

Ketidakdisiplinan itu ada hubungannya dengan kompromi?

Ada beberapa negara yang menurut saya sangat berbahaya dalam berlalu lintas. Indonesia tentu saja merupakan salah satunya. Hal ini karena tidak ada ketegasan prinsip berapa jarak kendaraan satu dengan yang lainnya. 

Sementara itu, tidak ada pemisahan jalur kendaraan roda dua dan roda empat atau selebihnya. Belum lagi soal tingginya muatan pada kendaraan tidak diatur secara baik.

Tampak sekali bahwa potensi kecelakaan dan bahaya dalam perjalanan menjadi sangat tinggi. Nah, kenyataan seperti itu saya alami di Jawa Timur. Perjalanan dari Malang ke Surabaya misalnya beberapa kali menyetir mobil, terasa sekali bahwa nyawa berada di ujung tebing.

Oh ternyata, kenyataan seperti itu di Jawa Timur itu tidak seberapa kalau dibandingkan dengan kenyataan di kota Medan. Di sana terasa cocok dengan ungkapan ini, "Ini baru medan bung." 

Saya diberitahu oleh teman-teman asal Sumatera, kata mereka, "Di sini (Medan) yang penting moncongnya, siapa yang moncongnya lebih menjorok, maka dialah yang berhak maju."

Ternyata tidak cuma di Indonesia, di Perancis saja mirip sekali, bahkan terasa lebih mengerikan. Pada tahun 2019 saya pernah melintasi kota Paris. Pucat dan keringat melihat pengendara motor besar dengan kecepatan serta keberanian mereka untuk nyelonong. 

Saya sempat mengingatkan sopir mobil kami supaya lebih pelan dan hati-hati. Tidak lama setelah peringatan saya, kaca spion mobil kami langsung ditabrak motor. Sangat jelas, di sana ada banyak pengendara yang tidak cerdas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun