Beberapa jam kemudian saya mendengar berita yang mengejutkan ternyata tetangga saya juga positif Covid. Duh, jadinya saya tidak sendiri.Â
Keadaan kejiwaan bisa saja terganggu untuk orang yang baru pertama terpapar covid. Nah, oleh karena itu, saya coba menghadapi gangguan psikis pribadi saya dengan beberapa cara ini:
1. Saya mencari instrumen hening dengan kicauan burung untuk meningkatkan daya pikiran positif.
2. Saya berusaha duduk di depan komputer untuk melukiskan kembali kisah ini dalam tulisan di Kompasiana.
3. Mengalami pelayanan kasih dari orang lain dan bersyukur.
Perpaduan instrumen dan tulisan bagi saya terasa seperti perpaduan dua energi yang menaikan stamina tubuh. Sekurang-kurangnya secara psikis, saya menjadi lebih tenang dan masih bisa berpikir rasional.
Ya, menulis dalam iringan dan alunan instrumen itu terasa menyentuh jiwa saya di kedalamannya. Di kedalaman itu, saya menemukan kedamaian bersama covid. Saya menerimanya.
Rasa kagum yang tidak bisa saya lupakan adalah saat pukul 20.00 malam. Pintu kamar saya digedor dan saya mendengar suara teman saya orang Korea dan orang Jerman.
Keduanya membawakan saya makan malam dengan sajian menu yang istimewa. Di sana ada macam-macam, roti, keju, sosis, tomat. Ada minum sari apel dan sari jeruk.
Dalam sakit, terasa di sana ada pelayanan kasih dengan ketulusan hati. Waduh kalau seperti itu, tidak heran bukan kalau secara psikis menjadi begitu tenang kembali.
Cinta (Liebe) dan perhatian (Aufmerksamkeit), instrumen dan tulisan itu mengubah jiwa masuk ke kedalaman ruang keheningan yang penuh misteri. Orang tidak akan bercerita tentang rahasianya, tanpa pernah mengalaminya.