Kejiwaan itu bisa diubah melalui cara pandang sendiri yang positif dan menolong. Instrumen, tulisan, perhatian dan berbagi kasih merupakan percikan kecil yang membelai jiwa hingga terlelap tenang di tengah himpitan covid.
Covid belum pergi dari bumi. Covid masih menguasai keterbatasan kondisi fisik manusia. Fisik manusia dengan pertahanan imun tubuh yang lemah, kapan saja tetap akan menjadi santapan lesat Covid-19.
Senin, 17 Oktober 2022 menjadi hari bersejarah setelah dua tahun lewat berdebat dan mengadu rasa antara ada dan tiadanya Covid-19, hingga hari ini menjadi nyata tentang covid yang tidak berwajah.
Akal saya berhenti mengajukan pertanyakan dan cuma percaya bahwa covid itu benar-benar ada dan tetap menunggu di setiap perjumpaan dengan mereka yang bertubuh lemah.
Pukul 3 dini hari untuk pertama kalinya merasakan sesak nafas yang tidak biasa. Terasa seperti ada yang menyengat dengan sentakan pertahanan dari dalam.Â
Nyeri dan sakit pada tenggorokan bagian dalam lagi-lagi memancing saya untuk curiga. Ah, ada apa ini? Kok aneh ya, saya baru pertama merasakan gejala tubuh seperti itu.
Saya bangun dengan teori sederhana, saya harus minum vitamin untuk menambah stamina tubuh saya sekarang. Satu tablet vitamin A-Z dan ditambah dengan satu tablet parasetamol, dengan harapan besar keadaan aneh itu cepat berlalu pergi dari ruang kecil tenggorokan.
Pada jam 4.30 saya kembali terbangun dengan rasa nyeri seluruh badan. Semua rasa aneh itu tidak ada yang berkurang dan tidak ada yang berubah.
Justru sebaliknya, terasa sakit kepala, kedinginan seperti demam dan nyeri pada bagian punggung hingga kepala. Ah, aneh benar. Apa sebenarnya gejala seperti itu?
Pada jam 10.00 pagi saya benar-benar tidak berdaya. Saya memilih tidur di kamar dengan bantuan minyak kayu putih yang digosok di kepala. Sementara itu, minyak yang saya beli di DM, dipakai untuk bersentuhan saturasi di bagian dada.
Hangat dan sengatan minyak Japanisches Heilplanzenöl terasa cukup membantu untuk merengsek sesak nafas pada bagian tenggorokan. Oh, syukur banget ya.
Minyak gosok seperti minyak kayu putih, minyak kutus-kutus dari Indonesia dan Heilplanzenöl selalu saya gosok pada bagian kepala dan pada bagian dada.Â
Tak lama kemudian, saya harus memberi tahu kepada teman-teman saya bahwa saya tidak bisa hadir dalam pertemuan pada pukul 15.00 karena ada gangguan kesehatan.
Nah, pada saat itu, saya ingat ternyata saya masih punya alat tes covid sendiri di kamar. Saat itu pula, saya memastikan kondisi badan yang tidak biasa itu.
Dalam waktu 15 menit, dua garis merah berjejer lurus pada huruf T dan C. Â Oh selamat datang covid-19, akhirnya kita bertemu juga.
Meskipun nada penerimaan itu spontan keluar dari hati, ternyata secara psikis dan kejiwaan terasa cukup daun juga.Â
Beberapa alasannya:
1. Terkena covid-19 menjadikan teman-teman serumah jadi waspada, ya hidup dalam rasa takut.
2. Mereka pasti memikirkan pelayanan ekstra untuk yang sakit.
3. Mereka harus mengambil alih tugas-tugas saya di dua tempat berbeda.
4. Tentu saja mereka cemas (Sorge) dengan kesehatan saya.
5. Terabaikan tugas kuliah di Universitas.
Beberapa jam kemudian saya mendengar berita yang mengejutkan ternyata tetangga saya juga positif Covid. Duh, jadinya saya tidak sendiri.Â
Keadaan kejiwaan bisa saja terganggu untuk orang yang baru pertama terpapar covid. Nah, oleh karena itu, saya coba menghadapi gangguan psikis pribadi saya dengan beberapa cara ini:
1. Saya mencari instrumen hening dengan kicauan burung untuk meningkatkan daya pikiran positif.
2. Saya berusaha duduk di depan komputer untuk melukiskan kembali kisah ini dalam tulisan di Kompasiana.
3. Mengalami pelayanan kasih dari orang lain dan bersyukur.
Perpaduan instrumen dan tulisan bagi saya terasa seperti perpaduan dua energi yang menaikan stamina tubuh. Sekurang-kurangnya secara psikis, saya menjadi lebih tenang dan masih bisa berpikir rasional.
Ya, menulis dalam iringan dan alunan instrumen itu terasa menyentuh jiwa saya di kedalamannya. Di kedalaman itu, saya menemukan kedamaian bersama covid. Saya menerimanya.
Rasa kagum yang tidak bisa saya lupakan adalah saat pukul 20.00 malam. Pintu kamar saya digedor dan saya mendengar suara teman saya orang Korea dan orang Jerman.
Keduanya membawakan saya makan malam dengan sajian menu yang istimewa. Di sana ada macam-macam, roti, keju, sosis, tomat. Ada minum sari apel dan sari jeruk.
Dalam sakit, terasa di sana ada pelayanan kasih dengan ketulusan hati. Waduh kalau seperti itu, tidak heran bukan kalau secara psikis menjadi begitu tenang kembali.
Cinta (Liebe) dan perhatian (Aufmerksamkeit), instrumen dan tulisan itu mengubah jiwa masuk ke kedalaman ruang keheningan yang penuh misteri. Orang tidak akan bercerita tentang rahasianya, tanpa pernah mengalaminya.
Salam berbagi, ino, 18.10.2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H