Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Metaverse Artikel Utama

Dilema Antara Gegabah dan Kebebasan Berpendapat di Metaverse

18 April 2022   15:17 Diperbarui: 19 April 2022   05:08 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Institusi hati nurani adalah wewenang dari diri sendiri untuk menata pikiran dan kehendak hatinya. Bahkan hanya dari hati nurani itu setiap orang mempertimbangkan mana yang hal baik dan mana yang tidak baik, yang harus dihindari.

Matinya institusi hati nurani itu sendiri bisa saja berdampak pada kebrutalan pada satu sisi dan juga bisa berdampak pada kegabahan yang terjadi pada sisi lainnya.

Mungkin sudah saatnya sekarang ini untuk mengimbangi ledakan keterbukaan Metaverse, orang perlu kembali masuk ke dalam diri dalam suatu ruang hening batinnya.

Dalam arti ini saya percaya bahwa momen puasa, saat hening, meditasi batin bisa menjadi saat-saat yang tetap untuk mengasah ketajaman hati nurani. Bahkan bisa saja menjadi saat tepat untuk memperkuat institusi hati nurani dalam diri sendiri.

2. Melatih kesabaran dan ketelitian

Saya ingat akan cerita seorang teman yang menceritakan perjuangannya di tahun 80-an mengetik tesisnya. Ceritanya bahwa pada saat itu, jika ada kesalahan, maka dia harus mengetik ulang semuanya. 

Oleh karena itu, hal yang sangat penting adalah menyadari bahwa teknologi pada saat itu tidak bisa mengoreksi tanpa meninggalkan bekas dari kesalahan dan coretan hitam atau merah.

Jika ada kesalahan, maka konsekuensinya adalah mengetik ulang semuanya. Standar itu sangat tinggi tentunya. Oleh karena tuntutan dan keadaan waktu itu seperti itu, maka dia belajar tentang kesabaran dan ketelitian.

Dari kesabaran dan ketelitian itulah, kecenderungan menjadi gegabah itu sangat jauh dari kenyataan perjuangannya pada masa itu. 

Mendengar cerita itu, saya menjadi sadar bahwa hal itu adalah kenyataan sebaliknya dari manusia zaman ini di Metaverse.

Orang bisa mentolerir gegabahnya sendiri karena ada kemungkinan koreksi, tetapi juga bahwa jika gegabah dalam ranah media sosial, maka akan ada dokumentasi tentang hal yang salah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Metaverse Selengkapnya
Lihat Metaverse Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun