Setiap orang punya cara dan spirit untuk mengevaluasi dirinya, menulis adalah salah satu cara mengevaluasi diri dan mematangkan cara berpikir sendiri.
Manusia punya banyak cara mengenal dirinya. Ragam cara pengenalan diri manusia dilakukan melalui media yang juga berbeda-beda.
Cara yang umumnya dipakai untuk mengenal diri sangat tergantung pada kebiasaan masing-masing orang itu sendiri.Â
Dalam masa-masa formasi pendidikan tertentu, orang akan melalui saat-saat dikoreksi oleh orang lain, apa kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya.
Kenyataan membuktikan bahwa melihat kekurangan orang lain dan mengatakannya selalu tidak mudah. Tentu membutuhkan waktu, tempat yang tepat.Â
Fokus tulisan ini lebih merujuk kepada pengalaman pribadi yang percaya bahwa menulis sebagai spiritualitas dalam mengevaluasi diri. Cara mengevaluasi diri bisa saja ditemukan dalam proses menulis sebuah artikel. Ya, siapa saja bisa punya pandangan berbeda.
Menulis bagi saya adalah salah satu cara mengevaluasi diri yang paling efektif. Inilah proses dan beberapa alasannya:
1. Proses menentukan judul alternatifÂ
Cukup sering bahwa seseorang sibuk dengan menentukan judul, sampai-sampai menghabiskan waktu cukup banyak sampai menemukan sebuah judul yang menyenangkan, puas, dan membuat orang penasaran.Â
Hal yang tidak boleh dilupakan bahwa menulis itu sebuah proses yang berkembang dalam proses menulis itu sendiri.
Demikian pula judul bisa berubah setelah selesai menulis dan setelah membaca kembali semua isi tulisan.Â
Oleh karena itu, orang tidak boleh mengalokasikan banyak waktu hanya untuk penentuan judul.
Demikian pula dalam kerangka spiritualitas mengevaluasi diri, semestinya tidak perlu memikirkan begitu lama mau mengevaluasi hal apa. Tetapi paling cepat dan efektif katakan saja tentang satu hal, maka selanjutnya akan fokus pada hal itu.Â
Misalnya hari ini saya mau mengevaluasi diri saya tentang kedisiplinan. Ya, sudah fokus saja pada tema kedisiplinan, nanti dalam prosesnya, akan ditemukan lagi indikator-indikator yang punya hubungannya dengan kedisiplinan.
2. Proses menentukan tujuan dari sebuah tulisan
Seorang penulis pasti punya tujuan dalam menulis. Namun, bukan tidak mungkin ketika orang mulai meletakan jarinya pada tuts laptop dan mulai menari-menari sampai lupa untuk menggambarkan apa tujuannya.Â
Paling bagus bahwa orang menyadari tujuannya sehingga tulisannya bisa terarah kepada tujuan dan pencarian informasi yang terkait dengan tujuannya. Ya, hal itu penting untuk memperoleh efektivitas waktu.
Katakan saja hari ini saya hanya mau membahas tentang proses menulis sebagai satu spiritualitas mengevaluasi diri.Â
Dalam hal ini, tema yang akan saya bahas cuma berkaitan dengan proses menulis, lalu hubungannya dengan spiritualitas mengevaluasi diri.
Menentukan tujuan merupakan proses penting dalam mengevaluasi diri. Tujuan evaluasi diri tidak lain agar seseorang menjadi sadar tentang keunggulan dan kelemahan dirinya sendiri.Â
Semakin seseorang jauh dari tujuan yang ditetapkannya, maka sebenarnya semakin lemah komitmen hidupnya. Demikian juga sebaliknya, semakin dekat dengan pencapaian tujuannya, maka semakin berkualitas hidupnya.
Nah, inilah yang saya maksudkan spiritualitas mengevaluasi diri dalam proses menulis. Seseorang bisa mengenal dirinya sendiri ketika menulis, secara khusus ketika menentukan tujuan apa dari hal yang mau ditulisnya.
3. Proses menangkap ide-ide dan pembatasan ide
Proses menangkap ide-ide dan pembatasan ide dalam menulis itu merupakan suatu proses yang penting. Cukup sering terjadi bahwa seorang penulis digoda dengan berbagai ide.Â
Kebanyakan ide yang tidak sejalan dengan ide awal, sering pula mengganggu fokus pesan dari sebuah tulisan.Â
Pada prinsipnya ide boleh saja banyak, yang penting tetap saja tersambung atau punya hubungan dengan tujuan dan gagasan awal.
Bukan tidak mungkin bahwa dalam proses menulis, seseorang lebih tertarik untuk mendalami ide baru, ketimbang mendalami ide yang sudah berjalan. Godaan untuk menghapus kembali tulisan selalu terjadi dalam proses ini.
Kadang terjadi bahwa setelah membaca kembali terasa tidak ada hal yang menarik, dan pada saat itu perlahan-lahan idenya beralih. Kalau harus demikian kapan bisa menyelesaikan satu tulisan?
Dalam kerangka spiritualitas mengevaluasi diri sebetulnya proses ini sangat bagus untuk membuka kesadaran pribadi sehingga memiliki kemampuan membuat batas antara hal yang memang dia perlukan saat ini dan mana hal yang tidak terlalu penting saat ini.Â
Kritis memilah-milah gagasan baru memang sangat efektif untuk mencapai tujuan.
4. Proses menentukan struktur tulisan
Struktur tulisan itu sangat penting dan membantu seseorang dalam hal menciptakan keruntutan cara berpikir.Â
Keruntutan cara berpikir akan pula berdampak pada daya tarik pembaca. Memang proses ini tidak mudah, karena apapun struktur yang dimiliki seseorang adalah struktur pribadi yang tentu subjektif.
Meskipun demikian, tetap saja sangat membantu jika seseorang memiliki struktur dalam penulisan sebuah artikel.Â
Tidak hanya membuat artikel itu lebih menarik, tetapi juga membantu pembaca lebih mudah menangkap pesan yang mau disampaikan.
Seorang pembaca yang tidak punya banyak waktu akan sangat terbantu melalui kejelasan struktur tulisan seseorang.Â
Nah, dalam konteks spiritualitas mengevaluasi diri sebenarnya sama prinsipnya, struktur berpikir seseorang, akan menjadi struktur cara hidup.Â
Orang tidak boleh lupa bahwa pikiran menentukan bagaimana seseorang hidup. Cara berpikir yang teratur, akan juga mempengaruhi cara hidup yang teratur.
5. Proses membuat kesimpulan
Membuat kesimpulan di akhir sebuah tulisan sudah merupakan logika umum. Akan tetapi, terkadang pula bukan hal yang mudah, kalau saja struktur dan tujuan tulisan itu tidak jelas, maka sangat sulit pula dalam membuat kesimpulan.
Demikian juga sebenarnya sangat mudah seseorang membuat konklusi pada akhir tulisannya secara padat dan efektif cuma dengan rumusan beberapa kalimat, jika alur pikirannya sudah runtut dan teratur. Bahkan tidak boleh dilupakan bahwa dalam kesimpulan tidak boleh dimasukkan lagi ide baru.
Nah, demikian juga dalam konteks spiritualitas mengevaluasi diri, seseorang perlu bisa menyimpulkan bagaimana perkembangan dirinya melalui kesimpulan tertentu.Â
Lebih baik punya gambaran tertentu yang jelas, daripada seseorang tidak punya sama sekali gambaran tentang dirinya yang ia sadari.
6. Proses mengambil jarak dan koreksi
Setelah kesimpulan ditulis, seseorang perlu mengambil jarak tertentu untuk mengoreksi kembali keseluruhan tulisannya.Â
Proses mengambil jarak (abstand) sangat penting untuk membuka kembali wawasan kritis dalam melihat dan menilai karya sendiri.
Untuk mencapai saat kritis itu, orang tidak boleh terlalu lelah dan jarak waktu tidak boleh terlalu dekat. Apalagi untuk suatu artikel yang cukup panjang.
Oleh karena itu, seseorang perlu minimal membutuhkan waktu 30-60 menit pause. Setelah itu, orang boleh membaca kembali dari awal untuk menemukan kesalahan penulisan, rumusan kalimat, bahkan logika berpikir yang belum enak dimengerti, struktur, kejelasan hubungan satu bagian dengan bagian lainnya.
Sejauh pengalaman pribadi, tahap ini saya lakukan dua kali, sampai sendiri merasa yakin bahwa sudah minimal sekali kesalahan penulisan dan logika eror di dalamnya. Sekalipun demikian, saya percaya tetap saja masih ada kesalahan dan kekurangan.
7. Proses penentuan judul final
Setelah dua kali membaca ulang tulisan secara keseluruhan, seorang penulis punya sense baru terkait judul tulisan.Â
Judul yang aman, nyaman dan sesuai dengan isi tulisan bukanlah judul alternatif pada awal seseorang mulai menulis, melainkan setelah selesai dikoreksi.
Bisa juga bahwa orang tidak berubah pikiran untuk menentukan judul, tetapi perlu pula fleksibilitas dalam hal ini supaya judul benar-benar mewakili isi tulisan itu sendiri.Â
Ya, tidak mudah pula dalam menentukan judul yang sesuai isi tulisan dan sekaligus menarik serta memprovokasi pembaca untuk membacanya.
Dalam konteks spiritualitas mengevaluasi diri poin ini berkaitan dengan keheningan dalam diri untuk menentukan judul dari keseluruhan.Â
Ya, kesunyian, keheningan batin seseorang untuk menentukan diksi yang singkat, padat dan menarik akan sangat berpengaruh pada kepercayaan seseorang pada apa yang dikatakannya.
Semuanya tentu tidak mudah. Saya menulis seperti ini, karena saya mau menyelami spiritualitas dari menulis itu sendiri yang saya yakini sangat baik dalam proses kematangan cara berpikir.Â
Saya percaya menulis itu tidak pernah sia-sia, karena dengan menulis sesuatu, saya telah memasuki proses mengevaluasi diri sendiri.
Catatan kritis terkait spiritualitas mengevaluasi diri:
1. Proses menulis sebuah artikel adalah bagian dari konfrontasi diri dengan kenyataan di luar diri
Menulis sebagai bagian dari pengalaman pribadi, bisa dikatakan momen indah mengevaluasi diri sendiri.Â
Momen indah itu begitu sunyi dan sepi karena hanya terjadi di dalam diri sendiri.
Tentu kekuatan yang dikerahkan di sana adalah pikiran, hati yang menghubungkan dengan prinsip-prinsip lainnya yang berlaku umumnya maupun dalam lingkup khusus.
Pergulatan pikiran dan hati berhadapan dengan standar nilai-nilai, prinsip-prinsip melalui proses dialogis di dalamnya, umum melewati proses koreksi dan evaluasi.Â
2. Saat menulis adalah momen menilai pikiran sendiri
Pada saat-saat tertentu, saya bisa mengatakan gagasan ini tidak tepat, atau poin pikiran yang itu sama sekali tidak baik dan lain sebagainya.Â
Sebelum mengatakan baik, tepat, benar dan lain sebagainya sebenarnya ada saat yang sudah dilalui sebagai saat konfrontasi.Â
Konfrontasi dengan pikiran sendiri itu membutuhkan keheningan dan lingkungan yang tenang dan aman. Ya, bisa saja masing-masing orang punya cara dan tempat ideal sendiri.Â
Ada yang bisa masuk ke dalam dirinya dalam permenungan justru di saat ada musik hingar bingar, tetapi ada pula yang bisa merenungkan diri dengan baik, ketika berada di pinggir pantai sambil menatap gulungan gelombang dan merasakan tiupan angin sepoi-sepoi basah.
Pada prinsipnya menilai pikiran sendiri itu adalah proses yang baik, apalagi seseorang bisa membagikannya bersama orang-orang kepercayaannya.Â
Semakin yakin dengan pikiran sendiri yang benar sesuai standar nilai, maka semakin matang dan bagus untuk dibagikan kepada orang lain.
Demikian ulasan tentang 7 proses menulis sebagai spiritualitas mengevaluasi diri. Akhirnya disadari bahwa proses menulis sebuah artikel itu punya spiritualitas yang tidak hanya mampu mengevaluasi diri sendiri, tetapi juga mampu menuntun seseorang mencapai kematangan cara berpikir.Â
Menulis itu tidak pernah sia-sia lho. Jangan lupa menulis!
Salam berbagi, ino, 5.03.2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H