Ya, umumnya tradisi dan adat istiadat di sana mengajarkan bahwa orang yang lebih tua itu layak dan pantas dihormati, karena mereka sudah banyak berbuah.Â
Tidak heran dalam struktur adat, khususnya dalam konteks adat perkawinan dikenal istilah puu kamu atau pihak yang dianggap sebagai pohon dan akar.Â
Pihak puu kamu itu adalah pihak dari mana semua keponakan itu berasal. Ya, mereka pihak yang menghasilkan keturunan atau "buah" bagi yang lainnya.
Perkembangan dan penyebaran keluarga itu berasal dari pohon yakni pihak om. Olah karena itu, pihak puu kamu adalah pihak terhormat yang perlu dihormati. Selain itu, pihak puu kamu punya tanggung jawab khusus dalam struktur adat perkawinan.
Terlihat sekali bahwa penamaan istilah-istilah adat itu selaras dengan kenyataan alam yang ada di sana. Nah, bagi saya hal itu merupakan identitas yang mega dahsyat getaran sinkronisasinya.
Alam dan kehidupan manusia ternyata punya identitas yang tersambung dalam dan melalui warisan adat istiadat. Betapa indahnya dan dalamnya warisan adat dan budaya bangsa kita.
Saya jadi ingat dengan buah pemikiran filosofis dari Schelling (1775-1854), yang akhirnya telah memberanikan saya untuk mengambil langkah berani menafsirkan keberadaan pohon meru dengan kenyataan kehidupan.Â
Identitas bagi Schelling adalah keberadaan dasar yang tidak bisa direduksi menjadi kesadaran reflektif (remains irreducible to the reflective consciousness).
Namun menurut Schelling penilaian itu menjadi mungkin kalau didasarkan pada prinsip yang melebihi penilaian itu sendiri (In order for judgment to be possible, it must be grounded in a principle that exceeds judgment itself).
Prinsip yang melebihi penilaian itu adalah bahwa semua yang diciptakan itu baik adanya dan juga tentu berguna bagi kehidupan manusia, keutuhan alam dan bumi serta kelestarian satwa dan hutan. Di sana ada makna dan pesan yang belum dibaca oleh manusia.Â
Demikian beberapa gagasan dan ulasan yang bermula dari pohon rengga dan buah meru hingga memberi nafas refleksi tentang identitas hutan Flores, identitas kebijaksanaan lokal dan sampai pada bagaimana penilaian reflektif itu dimungkinkan oleh prinsip yang melebihi penilaian itu.Â