Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kayu Rengga, Buah Meru, dan Misteri Pohon Identitas

12 Februari 2022   04:41 Diperbarui: 13 Februari 2022   02:28 3264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buah meru yang indah dari buku pohon bagian pangkal | Dokumen pribadi oleh Vita Jo.

Ya, umumnya tradisi dan adat istiadat di sana mengajarkan bahwa orang yang lebih tua itu layak dan pantas dihormati, karena mereka sudah banyak berbuah. 

Tidak heran dalam struktur adat, khususnya dalam konteks adat perkawinan dikenal istilah puu kamu atau pihak yang dianggap sebagai pohon dan akar. 

Pihak puu kamu itu adalah pihak dari mana semua keponakan itu berasal. Ya, mereka pihak yang menghasilkan keturunan atau "buah" bagi yang lainnya.

Perkembangan dan penyebaran keluarga itu berasal dari pohon yakni pihak om. Olah karena itu, pihak puu kamu adalah pihak terhormat yang perlu dihormati. Selain itu, pihak puu kamu  punya tanggung jawab khusus dalam struktur adat perkawinan.

Terlihat sekali bahwa penamaan istilah-istilah adat itu selaras dengan kenyataan alam yang ada di sana. Nah, bagi saya hal itu merupakan identitas yang mega dahsyat getaran sinkronisasinya.

Alam dan kehidupan manusia ternyata punya identitas yang tersambung dalam dan melalui warisan adat istiadat. Betapa indahnya dan dalamnya warisan adat dan budaya bangsa kita.

Saya jadi ingat dengan buah pemikiran filosofis dari Schelling (1775-1854), yang akhirnya telah memberanikan saya untuk mengambil langkah berani menafsirkan keberadaan pohon meru dengan kenyataan kehidupan. 

Identitas bagi Schelling adalah keberadaan dasar yang tidak bisa direduksi menjadi kesadaran reflektif (remains irreducible to the reflective consciousness).

Namun menurut Schelling penilaian itu menjadi mungkin kalau didasarkan pada prinsip yang melebihi penilaian itu sendiri (In order for judgment to be possible, it must be grounded in a principle that exceeds judgment itself).

Prinsip yang melebihi penilaian itu adalah bahwa semua yang diciptakan itu baik adanya dan juga tentu berguna bagi kehidupan manusia, keutuhan alam dan bumi serta kelestarian satwa dan hutan. Di sana ada makna dan pesan yang belum dibaca oleh manusia. 

Demikian beberapa gagasan dan ulasan yang bermula dari pohon rengga dan buah meru hingga memberi nafas refleksi tentang identitas hutan Flores, identitas kebijaksanaan lokal dan sampai pada bagaimana penilaian reflektif itu dimungkinkan oleh prinsip yang melebihi penilaian itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun