Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dilema Antara Rencana Penghapusan Status Tenaga Honorer, Paradigma Pendidikan, dan UMKM

7 Februari 2022   03:55 Diperbarui: 7 Februari 2022   21:16 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rencana penghapusan tenaga honorer di tahun 2023. Sumber: Kompas.com/ARI MAULANA KARANG

Apakah ada jaminan bahwa di kota-kota besar bisa punya banyak alternatif selain pilihan menjadi tenaga honorer? Nah, gimana yang di desa-desa. Berhenti menjadi tenaga honorer sama dengan menjadi petani desa.

Menjadi petani itu memang tidak punya kriteria, cuma sayangnya bahwa mereka menjadi petani yang tidak punya kesiapan mental sebagai petani. Studi Matematika, lalu jadi petani di desa.

Tentu mereka membutuhkan banyak waktu untuk penyesuaian yang tidak mudah itu. Apakah itu tujuannya supaya petani di desa-desa itu adalah orang yang berpendidikan?

Saya kira bukan caranya demikian, kalau mau mengubah wajah petani desa, ya harus dibuat persiapan sejak dini seperti sekolah di bidang pertanian dan hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi pemberdayaan dan lain sebagainya.

4. Paradigma tentang pendidikan

Jangan lupa dibalik kekecewaan orang tua itu, akan muncul paradigma konyol tentang pendidikan, pendidikan akhirnya tidak menjadikan orang "bersis tangannya, neces pakaiannya." Ungkapan dalam tanda petik itu adalah ungkapan nyata yang pernah terdengar di masyarakat.

Ada harapan besar bahwa ketika orang menikmati pendidikan tinggi, semestinya orang itu tidak lagi menjadi petani. Konsep tentang petani masih begitu sempit, seakan-akan petani itu sama dengan tangan harus kotor dan sehari-hari seperti petani tradisional yang tinggal di kebunnya.

Sungguh memalukan bagi seseorang yang pernah menjadi tenaga honorer lalu harus menjadi petani, seakan-akan ada penurunan drastis status sosialnya. Nah, mengapa orang berpikir seperti itu?

Hal ini karena konsep tentang pendidikan yang masih terlalu sempit, orang berpikir seakan-akan pendidikan itu sama dengan memasuki pintu kantor yang tidak akan bersentuhan lagi dengan dunia kerja tangan.

Logika yang ada di masyarakat adalah pendidikan itu supaya orang bisa menjadi pegawai negeri. Ini bukan pandangan saya, tetapi pandangan yang memang ada di masyarakat, sekurang-kurangnya di Flores.

Tidak heran orang sungguh kecewa kalau tidak lulus testing pegawai negeri misalnya. Nah, fenomena seperti ini bagi saya sangat menarik untuk dikritisi lagi tentang pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun